Rabu, 24 Desember 2008

Banyak LSM Tidak Jelas Alamatnya



keterangan gambar: Prof Dr Aswanto SH MH

Banyak LSM Tidak Jelas Alamatnya


Oleh : Asnawin

Di Sulawesi Selatan, banyak sekali Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), tetapi sebagian di antara LSM tersebut tidak jelas alamatnya. Di Kabupaten Pangkep saja, jumlah LSM tercatat 60 lebih, tetapi sebagian besar tidak jelas di mana alamat kantor atau sekretariatnya.
LSM di daerah ini juga ada yang suka melakukan meneror dan mengancam, kemudian meminta uang. Kalau tidak dibayar, mereka mengancam akan melakukan aksi unjukrasa.
“Mereka itu tidak lebih dari preman yang berbaju LSM,” tandas Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof Dr Aswanto SH MH, pada acara dialog “Coffee Morning” antara Kapolda Sulselbar bersama jajaran Pemprov Sulsel dengan perwakilan LSM dan sejumlah undangan lainnya, di Hotel Clarion Makassar, medio Desember 2008.
Aswanto bukan tampil sebagai pembicara dalam acara yang dipandu Purek III Unhas, Dr Nasaruddin Salam itu, melainkan hanya datang sebagai undangan dan turut memberikan komentar tentang eksistensi LSM di Sulawesi Selatan.
Dia mengatakan, keberadaan LSM di Sulawesi Selatan dan di Indonesia pada umumnya, kini tidak lagi seperti di awal-awal reformasi.
Kini, penyandang dana di mancanegara banyak yang sudah tidak lagi memercayai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Indonesia, sehingga sejumlah LSM di negara kita kini tidak lagi memakai nama LSM atau NGO (Non-Government Organisation).
LSM di Indonesia kini sudah mengganti namanya dengan Civil Society Organisation (CSO) atau Organisasi Sipil Kemasyarakatan.
Lunturnya kepercayaan penyandang dana asing tersebut, terutama disebabkan karena banyaknya LSM di Indonesia yang tidak dapat melaksanakan program-program kerjasama, bahkan tidak sedikit LSM yang kemudian bermasalah, termasuk bermasalah secara hukum.
Dia mengatakan, sebagian aparat pemerintah menganggap LSM sebagai lembaga yang dibiayai pihak asing, sementara di sisi lain, banyak LSM yang menempatkan pemerintah sebagai pihak yang salah. Akhirnya terjadi “head to head” (saling berhadap-hadapan) antara pemerintah dengan LSM.
LSM kadang-kadang berprinsip pokoknya pemerintah salah, namun ketika ditanyakan mana yang benar, LSM juga tidak bisa memberikan jawaban atau solusi.
“Mestinya kritikan kepada pemerintah harus disertai solusi,” katanya.
Kritik kepada LSM juga dilontarkan Kapolda Sulselbar, Irjen Pol Drs H Sisno Adiwinoto MM, dan Pemimpin Redaksi Tabloid Eksis, Yonathan Mandiangan.
Kapolda mengeritik LSM yang memakai dana dari pihak asing dan juga mengusulkan kepada Kesbang Pemprov Sulsel agar melakukan semacam “fit and propert test” sebelum mengeluarkan izin operasional terhadap LSM.
Yonathan mempertanyakan banyaknya LSM di Sulawesi Selatan yang bermasalah secara hukum, dengan menyebutkan ada sekitar 40 LSM yang diperiksa oleh aparat berwajib.
Menjawab berbagai kritik tersebut, Mansur Gani dari LSM Komite Pemantau Kinerja Aparatur Pemerintahan dan Abdul Rahman Nur dari LSM Yayasan Pemuda Pemulung, mengakui bahwa memang ada LSM yang bermasalah, tetapi banyak juga yang melakukan kegiatan secara benar dengan membantu masyarakat dan pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar