Rabu, 24 Desember 2008

Yang Terpilih Belum Tentu Terbaik



Prof Dr A Amiruddin:
Yang Terpilih Belum Tentu Terbaik

Oleh: Asnawin


Demokrasi di era reformasi memang keinginan rakyat, termasuk pemilihan langsung presiden dan wapres, gubernur dan wagub, serta bupati dan wabup. Namun ada yang merisaukan, yaitu yang terpilih tampaknya bukan yang terbaik.
Banyak pemimpin yang tiba-tiba muncul, tetapi tidak jelas bagaimana kualitas dan apa prestasinya. Itu terjadi antara lain karena pengaruh uang.
Orang yang memiliki kapasitas dan kualitas sebagai pemimpin, tetapi tidak punya uang, umumnya tidak punya peluang untuk dipilih. Yang terpilih menjadi pemimpin pemerintahan, justru banyak yang tidak jelas latar belakang pendidikan dan prestasinya.
“Ini merisaukan,” kata mantan Gubernur Sulsel (1983-1993), Prof Dr A Amiruddin, kepada wartawan DEMO’s, Asnawin, dalam sebuah kesempatan berbincang-bincang di Hotel Imperial Aryaduta, Makassar, pertengahan Desember 2008.
Seharusnya ada beberapa persyaratan bagi calon pemimpin pemerintahan, termasuk calon legislator (caleg), tetapi kenyataannya tidak ada sehingga masyarakat dapat melihat dengan jelas bagaimana rendahnya kualitas para pemimpin mereka di pemerintahan dan wakil-wakil mereka di DPR RI, serta DPRD provinsi dan kabupten/kota.
“Umumnya mereka (yang terpilih) tidak punya visi dan misi yang jelas, sehingga susah juga untuk ditagih. Apanya yang mau ditagih kalau mereka memang tidak punya visi dan misi yang jelas,” tandas mantan Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar itu.
Di sisi lain, katanya, masyarakat kita juga masih banyak yang berada pada level ekonomi lemah, sehingga mereka tidak berpikir jauh ke depan.
Karena ekonomi lemah, maka mereka pun berpikir pragmatis dengan cara menyambut dan memilih siapapun calon pemimpin dan calon legislator yang datang menawarkan sesuatu yang mereka butuhkan. Mereka tidak lagi memikirkan siapa dan bagaimana kualitas serta komitmen para calon pemimpin dan calon legislator tersebut.
Partai politik yang bermunculan menjelang Pemilu 2009, oleh Amiruddin dinilai banyak yang tidak jelas platformnya dan mungkin hanya akan jadi broker. Calon legislator juga banyak yang tidak jelas cita-citanya, bahkan bukan tidak mungkin tujuan mereka menjadi legislator semata-mata untuk mencari uang.
Dalam kondisi demikian, lanjutnya, masyarakat tidak bisa disalahkan kalau mereka tidak menggunakan hak dalam memilih alias Golput (Golongan Putih) pada Pemilu mendatang.
“Tidak memilih itu juga suatu pilihan,” katanya.
Kalau masyarakat menganggap tidak ada calon legislator yang berkualitas dan pantas mewakili mereka, maka sangat wajar kalau mereka jadi Golput.
“Kalau mau mengubah mereka dari tidak mau memilih menjadi mau memilih anda, maka tunjukkanlah kualitas dan prestasi anda,” tantang Amiruddin.

Kepentingan Parpol

Tentang banyaknya pejabat yang menempati posisi tidak sesuai latar belakang pendidikannya dan terlalu mudahnya pejabat diangkat atau diberhentikan, Amiruddin mengatakan, itu terjadi karena gubernur, walikota, dan bupati memang memiliki kewenangan besar untuk itu. Mereka juga tidak bisa diberi sanksi kalau salah dalam mengambil keputusan, karena memang tidak ada aturannya.
Meskipun demikian, para gubernur, walikota, dan bupati tidak bisa disalahkan sepenuhnya, karena mereka “naik” dengan mengendarai partai politik. Mereka secara tidak langsung “diikat” oleh kepentingan parpol yang mengusungnya, sehingga keputusan yang diambil pun banyak yang demi kepentingan parpol.

Syahrul Yasin Limpo

Menyinggung kepemimpinan duet “Sayang”, yakni Syahrul Yasin Limpo dan Agus Arifin Nu’mang sebagai gubernur dan wakil gubernur Sulsel, Amiruddin mengaku dirinya mengenal Syahrul karena pernah menjadi bawahannya.
Syahrul diakui memang punya banyak kekurangan, tetapi di sisi lain dia juga memiliki banyak kelebihan. Salah satu kelebihannya yaitu pengalamannya di pemerintahan, karena Syahrul meniti karier dari bawah, yakni dari Lurah, Camat, Sekretaris Daerah, Kepala Biro, Bupati, Wakil Gebernur, hingga Gubernur.
“Dia punya semangat, dia seorang driver, dan pengalamannya (di pemerintahan) dari bawah. Kalau Agus (Agus Arifin Nu’mang), saya tidak terlalu banyak tahu, kecuali bahwa dia pernah jadi dosen Unhas dan kemudian beralih menjadi politisi,” ungkap Amiruddin.
Kepada duet Syahrul dan Agus, dia meminta agar mereka mulai memikirkan rakyat, apalagi dalam kondisi ekonomi seperti dewasa ini.
“Jangan terlalu banyak hura-hura, pesta, dan macam-macam proyek yang seharusnya belum terlalu mendesak. Prioritas harus jelas yakni untuk kepentingan umum,” katanya.
Gubernur dan Wagub Sulsel juga diminta membenahi aparatur pemerintahan, yakni menempatkan seseorang pada tempat yang benar, sesuai dengan latar belakang pendidikan dan kemampuannya.
Untuk mengangkat kembali dan mengembalikan posisi Sulsel sebagai pintu gerbang kawasan timur Indonesia, Syahrul dan Agus diharapkan memanfaatkan staf ahli yang terdiri atas para pakar di bidangnya masing-masing.
“Staf ahli jangan cuma formalitas, tetapi benar-benar dimanfaatkan ilmunya untuk membangun Sulsel,” tandas Amiruddin.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar