Minggu, 01 Juli 2007

Dijatuhi Cahaya, Punya Ilmu Kebal




''Tak lama kemudian tiba-tiba ada cahaya dari atas dan langsung menerpa tubuh saya hingga saya terbanting. Saya langsung terbangun dan mendapati tubuh saya basah oleh keringat. Saya tidak tahu apa makna mimpi itu, tetapi sampai sekarang mimpi itu tak pernah saya lupakan,'' tutur Prof Dr Idris Arief MS.









----
PEDOMAN RAKYAT
1 Juli 2007


Prof Idris Arief: Dijatuhi Cahaya, Punya Ilmu Kebal



PULUHAN tahun silam, ketika masih kuliah di Kota Makassar, Idris Arief pernah bermimpi dijatuhi cahaya saat berada sendirian di masjid.

Ceritanya, suatu malam ia bermimpi masuk ke masjid Rayatul Hidayah, Sinjai, Sulawesi Selatan, yang didirikan oleh almarhum kakeknya. Saat berada di dalam masjid, tiba-tiba ada suara yang mengatakan bahwa sebentar lagi dirinya akan bertemu Tuhan.

''Tak lama kemudian tiba-tiba ada cahaya dari atas dan langsung menerpa tubuh saya hingga saya terbanting. Saya langsung terbangun dan mendapati tubuh saya basah oleh keringat. Saya tidak tahu apa makna mimpi itu, tetapi sampai sekarang mimpi itu tak pernah saya lupakan,'' tutur Prof Dr Idris Arief MS, Rektor Universitas Negeri Makassar (UNM), kepada 'PR' di ruang kerjanya, Rabu (27/9).

Dia juga menceritakan bahwa ketika masih kuliah tahun pada akhir tahun 50-an hingga awal 60-an, dirinya mengalami cobaan dan penderitaan yang luar biasa. Waktu itu, gerombolan pengacau keamanan masih menguasai hutan-hutan dan selalu mengganggu keamanan orang di jalan dan di laut.

''Komunikasi dengan orangtua di kampung sangat susah. Kadang-kadang kami kehabisan bekal dan harus bekerja untuk mencari uang menyambung hidup di Makassar,'' ungkap Ketua Yayasan Pendidikan Bongaya yang mengelola STIEM Bongaya, Makassar.

Pulang kampung biasanya dilakukan sekali dalam setahun yaitu ketika menjelang Ramadan saat sekolah dan kampus diliburkan.

''Kalau naik mobil dari Makassar ke Sinjai butuh waktu tiga sampai empat hari, karena mobil harus dikawal konvoi tentara dan harus bermalam di Jeneponto, di Bantaeng, dan di Bulukumba. Kalau kami naik perahu, itu memakan waktu enam sampai delapan hari. Di laut juga kami kadang-kadang ditembaki oleh gerombolan,'' papar Idris.

Ketika ditanya apakah dirinya pernah kena tembakan atau berhadapan langsung dengan gerombolan, dia mengatakan secara kebetulan tidak pernah.

''Tapi kami memang sudah 'diisi' dan 'dipagari' oleh orangtua di kampung. Selain itu, kami juga dihapalkan bacaan-bacaan Alquran yang bertujuan sebagai ilmu kebal,'' katanya.

Ketika masih sekolah dan setiap pulang kampung, Idris Arief juga diajarkan ilmu silat, baik tangan kosong, maupun dengan senjata.

''Artinya, kami juga sudah siap kalau menghadapi bahaya. Tapi alhamdulillah, sampai sekarang saya tidak pernah berhadapan langsung dengan gerombolan. Saya juga tidak pernah berkelahi,'' ujar pria kelahiran Sinjai, 1 Februari 1942. (asnawin/pr)

@copyright Harian Pedoman Rakyat, Makassar, 28 September 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar