Rabu, 14 Juli 2010
Informasi Publik Harus Dibuka
Informasi Publik Harus Dibuka
Oleh : Asnawin
(Humas Kopertis Wilayah IX Sulawesi)
Dulu, semua informasi tertutup, kecuali yang dibuka. Sekarang, semua informasi terbuka, kecuali yang ditutup. Dulu, jangankan informasi pribadi, informasi publik pun banyak yang sengaja ditutup. Sekarang, jangankan informasi publik, informasi pribadi pun banyak yang sengaja dibuka.
Di era keterbukaan informasi dan kebebasan pers dewasa ini, semua informasi seolah-olah bebas dibuka dan disampaikan kepada publik, termasuk rekening pribadi pejabat publik dan video koleksi pribadi sepasang kekasih atau sepasang suami isteri.
Para pejabat publik dan selebritis kini tidak lagi bebas menyimpan rahasia, apalagi bersembunyi dari ’’pandangan mata’’ wartawan dan orang-orang di sekelilingnya, apalagi dari orang-orang yang memiliki kepentingan tertentu atau akan mendapatkan keuntungan jika informasi rahasia dan borok para pejabat publik dan selebritis tersebut dibuka kepada publik.
Kita mungkin tak bisa lagi menghindar dari kenyataan seperti itu. Mungkin itulah antara lain ’’buah’’ dari era reformasi, era keterbukaan, era globalisasi, serta era informasi dan komunikasi.
’’Buah’’ tersebut juga jatuh dan menimpa badan publik yakni lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara.
Badan publik yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), kini tidak bisa lagi bebas ’’menyembunyikan’’ informasi.
Malah sebaliknya, badan publik-termasuk organisasi nonpemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan atau APBD, sumbangan masyarakat, dan atau luar negeri-harus membuka informasi publik kepada masyarakat, terutama bila ada yang meminta.
Jika ada badan publik yang dengan sengaja menyembunyikan atau tidak menyediakan informasi secara terbuka, maka badan publik tersebut bisa dituntut. Begitulah tuntutan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) yang mulai berlaku sejak April 2010.
Instansi pemerintah, kepolisian, militer, kejaksaan, pengadilan, partai politik, BUMN, lembaga pendidikan, lembaga swadaya masyarakat (LSM), yayasan, dan organisasi lain yang anggaran atau dananya berasal dari APBN/APBD atau sumbangan masyarakat, harus menyiapkan diri menghadapi UU KIP.
UU KIP mewajibkan semua badan publik tersebut menyediakan informasi publik secara transparan. Di antara informasi publik yang harus dibuka secara transparan adalah semua rencana kebijakan publik, penggunaan keuangan, dan kegiatan yang dilakukan badan publik.
Meskipun demikian, tetap ada yang dikecualikan, yaitu informasi yang dirahasiakan dan hanya boleh diminta dengan beberapa persyaratan.
Pertanyaannya, manakah yang tergolong informasi publik yang harus tersedia dan terbuka untuk umum?
Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan atau badan publik lainnya yang sesuai dengan UU KIP, serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Di sinilah bedanya antara informasi biasa dan informasi pribadi dengan informasi publik. Kalau tidak menyangkut badan publik dan tidak berkaitan dengan kepentingan publik, maka informasi tersebut tidak termasuk informasi publik.
Tetapi badan publik tidak perlu mempersoalkan hal tersebut, karena bagaimana pun juga UU KIP sudah lahir dan diberlakukan, sehingga sudah menjadi kewajiban bagi badan publik untuk menyiapkan informasi publik dan informasi publik harus dibuka.
Pejabat PID
Apakah semua badan publik sudah menyiapkan informasi publik yang di lingkungannya masing-masing? Apakah semua badan publik sudah memiliki pejabat atau bagian khusus yang menangani informasi dan dokumentasi? Apakah orang-orang yang ditunjuk menangani informasi publik dan dokumentasi memiliki pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan di bidang tersebut?
Inilah salah satu masalah krusial yang dihadapi badan publik. Bisa dipastikan bahwa belum semua badan publik memiliki atau telah menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang bertanggungjawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan atau pelayanan informasi.
Kalau belum ada pejabat atau tenaga ahli yang memiliki kemampuan dalam hal penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan atau pelayanan informasi kepada publik, bagaimana mungkin informasi itu dapat disebarluaskan atau dirahasiakan dengan baik.
Kita berharap anggota Komisi Informasi benar-benar memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam bidang informasi publik. Badan Publik di berbagai instansi/lembaga lainnya pun harus mempersiapkan dan merekrut PPID yang kompeten di bidangnya dalam menjalankan aktivitas pengelolaan dan pelayanan informasi kepada publik.
PPID tidak harus berlatar-belakang pendidikan formal ilmu komunikasi, karena yang lebih penting adalah menguasai bidang pengelolaan informasi dan dokumentasi atau keterampilan dalam hal mengumpulkan, mengolah, mengorganisir, menyimpan, menyebarluaskan atau diseminasi, dan memberikan pelayanan informasi secara profesional.
Pimpinan instansi, lembaga, atau badan publik tidak boleh salah memilih orang dalam merekrut pejabat dari bidang lain yang sama sekali tidak memiliki kompetensi dalam bidang informasi dan dokumentasi. Juga tidak boleh hanya memindahkan staf dari bidang lain menjadi PPID, karena itu bukanlah langkah yang tepat.
Selain itu, masih banyak yang harus diperhatikan oleh badan publik dalam menyongsong pemberlakuan UU KIP, antara lain menyiapkan sistem manajemen informasi publik yang terorganisasi dan menyiapkan anggaran komunikasi publik.
Sistem manajemen informasi dan pengelolaannta tentu membutuhkan anggaran khusus, apalagi UU KIP ’’memerintahkan’’ badan publik menyediakan informasi publik secara berkala minimal dua kali dalam setahun.
Badan publik juga wajib menyampaikan informasi secara berkala melalui media massa (internal dan eksternal), menyampaikan informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak, serta menyampaikan kepada khalayak ramai informasi setiap saat melalui situs website.
Masyarakat menginginkan kemudahan dalam mengakses informasi publik dan UU KIP juga menegaskan hal tersebut. Masyarakat dan UU KIP menuntut informasi publik harus dibuka, maka badan publik harus memilih PPID yang profesional yang harus siap memenuhi tuntutan tersebut.
Keterangan:
- Artikel / Opini ini dimuat di harian Ujngpandang Ekspres, halaman 12, edisi Rabu, 14 Juli 2010.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar