"Yang pertama terucap
dari mulut anak saya ketika itu adalah “musibah”. Kenapa mereka berucap begitu,
karena anak saya tahu bagaimana bapaknya ketika diberi amanah. Dia mengatakan
belum rektor saja, bapak sudah jarang cepat pulang ke rumah, apalagi kalau
bapak sudah jadi rektor, pasti kampus menjadi rumahnya. Karena bagi saya,
kampus adalah rumah kedua." - Irwan Akib -
-----
PEDOMAN KARYA
Selasa, 26 Agustus 2008
Irwan
Akib: Kampus adalah Rumah Kedua
Masih tergolong muda,
DR M Irwan Akib MPd, sudah menjabat Rektor Universitas Muhammadiyah (Unismuh)
Makassar. Usianya ketika terpilih menjadi rektor, baru 41 tahun. Tahun 2008
ini, ia terpilih kembali menjabat rektor untuk empat tahun ke depan.
Sebelumnya, ayah enam
anak itu menjabat Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan
kemudian menjabat Pembantu Rektor I.
Sebagai kader
Muhammadiyah, pria kelahiran Parepare, 2 Agustus 1963, pernah menjabat Ketua
Korkom IMM IKIP Ujung Pandang (1985), Wakil Bendahara DPD IMM Sulselra
(1987-1989), Sekretaris Umum DPD IMM Sulsel (1989-1991), Ketua Umum PW Pemuda
Muhammadiyah Sulsel (1998-2002), dan sekarang Wakil Ketua Majlis Pendidikan
Dasar dan Menengah PWM Sulsel (2005-2010).
Bagaimana suka dukanya
selama empat tahun ke depan serta bagaimana tanggapan isteri dan anak-anaknya
karena dirinya jarang di rumah, berikut penuturan beliau.
Pertama yang saya ingin
katakan bahwa sebelum diamanahkan sebagai rektor untuk periode 2004-2008
pengganti antarwaktu (21 Juni 2005), sebelumnya saya terpilih sebagai Dekan
FKIP periode 2004-2008, selanjutnya terpilih sebagai Pembantu Rektor I juga
periode 2004-2008. Jadi dalam satu tahun saya dipercayakan 3 posisi penting di
Unismuh Makassar. Dan ketika itu saya juga masih dalam proses penyelesaian
studi S-3 Pendidian Matematika di Unesa Surabaya.
Dalam mengemban amanah
ini saya merasa berbagai hal yang mungkin bagi orang posisi ini merupakan
posisi yang sangat empuk dan sangat prestisius. Namun bagi saya ini amanah yang
sangat berat, sehingga di awal menerima amanah ini saya menyampaikan pidato
iftitah pada saat pelantikan bahwa kursi rektor ini bukanlah kursi empuk yang
dapat membuat saya tidur nyenyak dan terlena.
Saya juga merasakan
bahwa di awal periode saya, berbagai spekulasi yang muncul dan beredar,
termasuk spekulasi dalam diri saya. Dalam diri saya sendiri terbelah menjadi
dua kutub: satu kutub keraguan, dan satu kutub optimisme.
Tidak sedikit yang
meragukan kemampuan saya mengemban amanah ini, tetapi di sisi lain khususnya
teman-teman yang kenal saya dan lebih khusus di kalangan angkatan muda
Muhammadiyah (AMM), menaruh rasa optimis terhadap diri saya.
Situasi ini saya
manfaatkan dengan baik untuk memberikan jawaban terhadap kedua kutub yang
berbeda tersebut. Saya tidak menjawabnya dengan kata-kata, tetapi saya mencoba
beraktivitas dalam rangka mengemban amanah ini.
Alhamdulillah semua
terjawab melalui kerja nyata. Sebab satu prinsip yang selalu saya pegang bahwa
ketika kita bekerja dengan sungguh-sungguh dengan niat yang tulus, insya Allah,
Tuhan akan membantu aktivitas kita. Selain itu juga saya selalu menanamkan
dalam diri saya untuk membuat sejarah dalam setiap gerak langkah kita.
Perlu juga saya
sampaikan bahwa saya pernah diberi amanah sebagai pimpinan IMM dan pimpinan
Pemuda Muhammadiyah Sulsel. Ketika itu, kami menjalankan amanah sebagai
pimpinan AMM tanpa fasilitas. Oleh karena itu, ketika amanah sebagai rektor
saya terima, saya tanamkan dalam diri saya: Kalau memimpin AMM tanpa fasilitas
saya mampu, kenapa sebagai rektor dengan berbagai fasilitas saya tidak mampu?
Makanya, saya optimis bahwa saya bisa.
Suka-duka
Banyak suka dan duka
yang saya alami selama empat tahun menjabat rektor. Perguruan tinggi merupakan
lembaga yang unik. Perguruan tinggi bukan jawatan pemerintah, bukan perseroan,
bukan LSM.
Kampus adalah tempatnya
para intelektual berkumpul dengan berbagai pemikiran yang mereka miliki.
Perguruan tinggi mempunyai tugas menyiapkan sumber daya insani yang mumpuni,
sekaligus menghasilkan penelitian yang bermanfaat bagi masyarakat.
Oleh karena itu, dalam
pengelolaannya juga memerlukan suatu kemampuan tersendiri yang unik dan berbeda
dengan lembaga lainnya, sehingga kedua tugas pokok tersebut dapat berjalan
dengan baik.
Sebagai pimpinan
perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM) yang bernaung di bawah bendera
persyarikatan muhammadiyah, kedua tugas tersebut di atas belum cukup, sebab PTM
juga berfungsi sebagai lembaga perkaderan. Oleh karena itu juga dibutuhkan
suatu pola tersendiri sehingga di PTM dapat lahir kader-kader yang dapat
mengemban tugas dakwah.
PTM juga merupakan
suatu lembaga perguruan tinggi swasta (PTS). PTS yang ingin tetap eksis ke
depan di samping harus menjalankan fungsi-fungsi di atas juga harus menyiapkan
sumber dana.
Dan sumber dana
tersebut tidak bolah hanya mengandalkan pendanaan dari mahasiswa. Oleh krena
itu seorang pimpinan PTM/PTS juga harus melakukan inovasi sehingga menyediakan
sumber dana lain selain dari mahasiswa.
Fenomena-fenomena
tersebut memerlukan kemampuan ekstra sehingga seorang pimpinan PTM/PTS harus
mampu melakukan inovasi dan berkreasi sedemikian rupa sehingga lembaga tetap
eksis dan dapat dipercaya oleh masyarakat.
Memimpin PTM/PTS
membutuhkan waktu 1x24 jam, dalam artian setiap gerak langkah kita, setiap
nafas kita harus nafas PTM/PTS. Bahkan saya sering katakan bahwa mimpi-mimpi
kita pun harus mimpi tentang Unismuh
Di kalangan dosen
Unismuh Makassar saya masih terbilang yunior dan banyak teman yang lebih senior
dari saya. Tentu ini memiliki dinamika tersendiri, ketika saya harus memimpin
orang-orang yang lebih senior dari saya.
Saya harus memimpin
sekian banyak kepala, dan dalam pikiran saya setiap kepala memiliki isi yang
berbeda-beda. Oleh karena itu diperlukan suatu seni tersendiri bagaimana
menyamakan isi kepala setiap orang, sehingga bisa seiring seirama dalam
mengamban amanah ini.
Hal yang paling
menggembirakan bagi saya apabila ada mimpi-mimpi saya terhadap kampus ini yang
terwujud dalam realitas. Tetapi saya paling berduka ketika mimpi-mimpi saya
tidak dapat terwujud.
Saya mungkin termasuk
orang yang suka bermimpi tentang kampus ini, dan saya rasakan kadang kala
mimpi-mimpi saya tersebut tidak dapat ditangkap dalam pikiran orang. Oleh
karena itu untuk mewujudkan mimpi-mimpi tersebut saya harus berusaha memberikan
penjelasan kepada teman-teman.
Saya juga merasakan
bahwa memang tidak semua mimpi-mimpi saya terhadap kampus ini dapat diterima
dengan baik, bahkan mungkin kadang dianggap sebuah ide gila yang tidak mungkin
terwujud. Hanya pantas hadir sebagai buah tidur. Namun demikian saya tetap
optimis bahwa suatu saat mimpi itu akan menjadi suatu realita.
Kebersamaan,
kesungguhan, dan keikhlasan merupakan kunci yang perlu dipegang dalam mengemban
amanah.
Tanggapan
Keluarga
Sebelum saya sampaikan
tanggapan keluarga terhadap kesibukan saya, saya ingin katakan bahwa setiap
proses pemilihan yang saya ikuti di kampus ini, saya tidak pernah memberi tahu
kepada istri dan anak-anak saya. Mereka mengetahui setelah saya terpilih.
Ketika muncul di koran
bahwa saya terpilih sebagai rektor periode 2004-2008, barulah istri dan
anak-anak saya tahu. Itu pun mereka mengetahui melalui koran.
Yang pertama terucap
dari mulut anak saya ketika itu adalah “musibah”. Kenapa mereka berucap begitu,
karena anak saya tahu bagaimana bapaknya ketika diberi amanah. Dia mengatakan
belum rektor saja, bapak sudah jarang cepat pulang ke rumah, apalagi kalau
bapak sudah jadi rektor, pasti kampus menjadi rumahnya. Karena bagi saya, kampus
adalah rumah kedua.
Walaupun ucapan itu
keluar dari mulut anak saya, tetapi mereka tetap mendukung setiap aktivitas
yang saya lakukan, suatu hal yang saya rasakan dari anak-anak saya, dan suatu
hal penting yang saya syukuri bahwa istri dan anak-anak saya sangat mendukung
aktivitas saya.
Ketika waktu saya 1x24
jam habis untuk kampus ini, istri dan anak-anak saya dapat memahaminya dengan
baik, bahkan kadang kala merekalah yang mengingatkan saya bila lalai terhadap
amanah ini.
Sekedar untuk
diketahui, anak-anak saya sering mengingat agar dapat mengemban amanah ini
dengan baik. Dan saya bersyukur bahwa anak-anak saya enggan memanfaatkan
fasilitas yang diberikan kepada saya. Mereka memahami betul bahwa fasilitas
kampus yang dititipkan kepada saya adalah dalam rangka memperlancar tugas-tugas
saya.
Sekadar contoh: mobil
yang saya gunakan, oleh anak-anak saya dipahami itu bukan mobil bapaknya tetapi
mobil kampus yang dipinjamkan kepada bapak. (asnawin)
-- Tabloid Info
Al-Amien, Unismuh Makassar, Agustus 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar