Selasa, 26 Agustus 2008
Amien Rais: Pemimpin Tak Boleh Bermental Jongos
keterangan gambar: Prof Amien Rais
Amien Rais:
Pemimpin Tak Boleh Bermental Jongos
Oleh: Asnawin
Sedikitnya ada tiga hal yang perlu dimiliki seorang pemimpin, khususnya pemimpin Indonesia, yakni tidak lagi bermental jongos tetapi berani berhadapan pemimpin negara-negara adidaya, berorientasi kerakyatan, serta berani mengambil risiko dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Hal tersebut diungkapkan mantan Ketua MPR RI yang juga mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Amien Rais, pada Diskusi Publik “Selamatkan Indonesia” Menelaah Pemikiran Prof Dr M Amien Rais, di Auditorium Al-Amien Kampus Unismuh Makassar, 21 Juli 2008.
Indonesia, kata Amien, butuh pemimpin alternatif. Khusus pemimpin Indonesia yang ada sekarang, lanjutnya, sebaiknya dijaga dan “dirawat” saja sampai dengan tahun 2009.
“Setelah itu, kita ucapkan terima kasih. Mudah-mudahan amal ibadahnya diterima dan dosa-dosanya diampuni,” ujarnya yang langsung disambut tepuk tangan dan senyum dari para peserta diskusi.
Menurut dia, Indonesia sesungguhnya mendapatkan tiga mcam kutukan, yakni kutukan minyak dan sumber daya alam, kutukan sulit bangkit dan sulit berjalan tegak, serta kutukan dari Allah SWT.
Pendiri dan mantan Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) itu berharap nasib Indonesia tidak seperti Uni Sovyet yang awalnya sebuah negara adidaya tetapi kemudian pecah menjadi beberapa negara.
Diskusi publik tersebut diadakan oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah dan MPM PW Muhammadiyah Sulsel, bekerja sama Pusat Pengkajian Strategis & Kebijakan (PPSK) dan Unismuh Makassar.
Diskusi yang dipandu Harwanto Dahlan dari PPSK itu menghadirkan tiga pembicara, yakni Emha Ainun Nadjib (budawayan), Haedar Nashir (pakar politik/wakil ketua PP Muhammadiyah) dan Drajad H Wibowo (pakar ekonomi/anggota DPR RI).
Ketua MPM PP Muhammadiyah, Said Tuhulelei menjelaskan, pihaknya mengundang seluruh Pimpinan Daerah Muhammadiyah se-Sulsel, Sulbar, Sultra, Maluku dan Papua.
Selamatkan Indonesia
Rektor Unismuh Makassar, Dr Irwan Akib MPd, mengatakan, bangsa Indonesia seharusnya bersyukur karena di tengah karut-marutnya kondisi bangsa kita dewasa ini masih ada putra-putra terbaik yang punya kepedulian untuk menyelamatkan bangsa dan Negara Indonesia, yakni Amien Rais yang membuat buku “Agenda Mendesak bangsa, Selamatkan Indonesia.”
Haedar Nashir mengatakan, buku yang ditulis Amien Rais bukan sekadar naskah yang lengkap dengan data, melainkan juga lengkap dengan agenda ke depan yang sangat penting.
“Buku ini mengandung kegelisahan,” katanya.
Drajad H Wibowo yang pernah mengajar ilmu ekonomi selama beberapa tahun di Australia, mengatakan, kalau dicermati dengan seksama, Indonesia sesungguhnya makin “turun tangga.”
Tahun 70-an, Indonesia masih lebih bagus dibanding Korea, tetapi sekarang Korea jauh lebih maju bahkan mulai mensejajarkan diri dengan negara-negara maju.
Tahun 80-an, Indonesia masih lebih bagus dibanding China, tetapi China sekarang juga sudah jauh lebih maju dan bahkan menjadi saingan negara-negara maju.
Tahun 90-an, Indonesia masih lebih bagus dibanding Vietnam, tetapi sekarang Vietnam jauh berkembang dan pelan-pelan mulai meninggalkan Indonesia.
Awal tahun 2000-an Indonesia masih lebih dibanding Bangladesh, tetapi sekarang Banglandesh pun sudah mulai mengejar.
“Mudah-mudahan tahun 2010 nanti, Bangladesh tidak menyalip kita, tetapi sebaliknya kita kejar Vietnam, China, dan Korea,” tandas Drajad.
Dia kemudian mengungkapkan data bahwa sekitar 28% penduduk Indonesia bekerja di sector formal dan sekitar 72% bekerja di sector informal.
“Pemerintah sudah ‘berhasil’ meningkatkan kemiskinan, sehingga orang berdesak-desakan bekerja di sector informal. Bekerja apa saja mau asal bisa makan,” ungkapnya.
Menurut dia, masih banyak sumber-sumber uang di negara kita yang bisa digali dan dioptimalkan untuk membayar utang negara, dan adalah sebuah kebohongan besar kalau dikatakan Indonesia tidak punya uang untuk membangun sekolah dan lain-lain
“Makanya saya sangat mendorong penggunaan Hak Angket di DPR,” tegas politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Rusia pada awal tahun 90-an, lanjutnya, memiliki utang hampir sama besar dengan utang Indonesia, tetapi ketika Vladimir Putin berkuasa, semua utang Negara Rusia lunas terbayar, di mana laju pertumbuhan ekonominya mencapai 6-7 persen dan cadangan devisanya mencapai 277 miliar dolar AS.
(Dimuat di Tabloid Demos, Makassar, Juli 2008)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar