MENABRAK POHON. Pada malam harinya, dia secara sembunyi-sembunyi mengeluarkan mobil ayahnya dan memacunya dengan kecepatan tinggi, padahal saat itu ia belum mahir mengendarai mobil. Entah darimana datangnya, sebuah sepeda motor melintas dan Doddy berupaya menghindarinya, tetapi naas, mobilnya menabrak pohon. Mobil hancur berantakan dan Doddy bersama saudara sepupunya tidak sadarkan diri.
--------
Doddy Amiruddin
Menabrak Pohon
tetapi Selamat
“Kita bukanlah
manusia yang mengalami pengalaman-pengalaman spiritual. Kita adalah makhluk
spiritual yang mengalami pengalaman-pengalaman manusiawi.”
Begitulah ucapan seorang ustaz puluhan
tahun silam yang masih melekat di benak anggota DPRD Sulsel, Doddy Amiruddin.
Oleh ibu dan bapaknya (Prof Dr A
Amiruddin, mantan Rektor Unhas dan mantan Gubernur Sulsel), dia mengaku dididik
menjadi orang yang berpikiran logis dan rasional.
Oleh kakek dan pamannya dari pihak
bapak, Doddy merasa diisi pikiran dan hatinya dengan hal-hal yang berkaitan
dengan budaya (Bugis-Makassar) dan agama.
Salah satu ajaran dari kakek
dan pamannya yaitu seorang anak Bugis baru bisa dikatakan laki-laki kalau sudah
dapat melakukan tiga hal, yakni berenang, memanjat pohon, dan berkelahi.
Maka Doddy pun berlatih
berenang. Hasilnya, dia mampu berenang dari bibir Pantai Losari ke Pulau
Lae-lae (Makassar) pulang pergi. Ketika kuliah di Amerika Serikat, ia juga
membuat orang terheran-heran karena berhasil berenang menyeberangi danau yang
cukup luas.
Oleh pamannya, dia
dimasukkan pada tiga perguruan bela diri sekaligus, tetapi ia tidak suka
berkelahi. Meskipun demikian, ia sama sekali tidak pernah takut berkelahi.
Dalam hal memanjat pohon,
Doddy mengaku termasuk orang takut pada ketinggian sehingga tidak berani
melakukannya. Namun ketika kakeknya meninggal, keberanian dan kelaki-lakiannya
sebagai anak Bugis-Makassar langsung muncul.
“Sewaktu Attah (panggilan
akrabnya kepada sang kakek) berpulang, saya sangat terpukul,” ungkapnya.
Pada malam harinya, dia
secara sembunyi-sembunyi mengeluarkan mobil ayahnya dan memacunya dengan
kecepatan tinggi, padahal saat itu ia belum mahir mengendarai mobil. Entah
darimana datangnya, sebuah sepeda motor melintas dan Doddy berupaya
menghindarinya, tetapi naas, mobilnya menabrak pohon. Mobil hancur berantakan
dan Doddy bersama saudara sepupunya tidak sadarkan diri.
“Entah apa yang sebenarnya
terjadi pada malam itu. Saya tidak merasakan sakit sedikit pun. Semua terasa
senyap dan seakan-akan bayangan wajah kakek yang baru saja meninggal, melintas
di hadapan saya. Beliau berpesan, jadilah anak yang baik. Ingat, kamu adalah
anak Bugis. Kamu jangan ke mana-mana. Kamu harus berada di sini,” tuturnya.
Semua orang mengira Doddy
dan sepupunya meninggal dunia, tetapi keduanya ternyata selamat. Sepupunya
mengalami patah tulang hidung dan harus dioperasi, sedangkan Doddy mendapat
jahitan yang panjang di kaki kiri dan selama beberapa pekan dirawat karena
cedera.
Setelah selamat dari
tabrakan maut, Doddy lebih taat beribadah dan tidak takut lagi memanjat pohon.
Dia pun memberanikan diri memanjat pohon asam di depan rumahnya. Meskipun
kakinya agak menggigil, dia akhirnya mampu mencapai puncak pohon. Karena
penasaran, esoknya ia kembali memanjat pohon dan kali ini pohon mangga di
belakang rumahnya yang berdiameter 2 meter dan tingginya diperkirakan 15 meter.
“Saya ternyata berhasil
memanjat pohon tersebut, tetapi saya tidak dapat turun dari pohon. Seisi rumah
heboh dan mereka pun mencoba mencari orang yang dapat menurunkan saya. Setelah
beberapa lama, tiba-tiba ayah saya keluar dari dalam rumah. Tidak seperti
biasanya, kali ini dia tampak tenang lalu berkata, ayo kamu turun sendiri. Kamu
laki-laki. Membutuhkan waktu agak lama, namun akhirnya saya berhasil turun
sendiri. Setelah kejadian itu saya sadar bahwa konsep berenang, memanjat, dan
berkelahi, rupanya diajarkan secara turun-temurun di keluarga saya,” papar Doddy.
(asnawin/pr)
Pedoman Rakyat, 13 September
2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar