PUTO SABANG. Ketua Prodi S3 Sosiologi Pascasarjana UNM, Prof Dr Andi Agustang dianugerahi gelar kehormatan dari komunitas Kajang, Bulukumba. Kini, Agustang mendapat sebutan istimewa, yakni Puto Sabang dan menjadi bagian dari komunitas yang masih memisahkan diri dari dunia moderen itu.
------------------
Ketua Prodi S3 Sosiologi UNM Terima Gelar Puto Sabang
Mon,25 November 2013
http://www.fajar.co.id/sulawesiselatan/3034598_5663.html
BULUKUMBA, FAJAR-- Ketua Prodi S3 Sosiologi Pascasarjana UNM, Prof Dr Andi Agustang dianugerahi gelar kehormatan dari komunitas Kajang, Bulukumba. Kini, Agustang mendapat sebutan istimewa, yakni Puto Sabang dan menjadi bagian dari komunitas yang masih memisahkan diri dari dunia moderen itu.
Ritual pemberian gelar itu dilakukan di rumah Ammatoa Kajang, Minggu, 24 November 2013, dan dipimpin langsung Puto Palasa. Selain Agustang, Puto Palasa juga menganugerahi gelar warga kehormatan kepada Dekan FKM UVRI, Dr Arlin Adam dengan gelar Puto Saba.
Prosesi ritual pemberian gelar itu dimulai dengan pembacaan mantra khusus kepada kedua orang yang diberi gelar kemudian dipasangkan sarung warna hitam serta ikat kepala yang menjadi ciri khas orang Kajang secara turun temurun. Menurut Ammatoa Kajang, gelar Puto Sabang sebelumnya diberikan kepada warga yang sangat dihormati.
"Puto Sabang dulunya keluarga saya dan usianya mencapai 128 tahun," kata Ammatoa.
Dalam Bahasa Konjo, Puto Sabang diartikan mudah rezeki serta wawasan yang luas. Puto Sabang juga merupakan gelar bagi orang yang selalu mendorong banyak orang kepada kebaikan. Adapun makna gelar Puto Saba diberikan kepada Arlin Adam, diartikan sebagai sosok orang berpendidikan dan selalu ingin memajukan dan memperbaiki orang lewat dunia pendidikan.
Agustang yang menerima gelar sebagai warga kehormatan pun merasa sangat tersanjung. Dia berjanji akan menjaga dengan baik gelar yang dianggapnya sebagai amanah itu.
Usai pemasangan sarung dan ikat, Puto Palasa memberikan beberapa Pasanga ri Kajang (pesan dan peraturan Kajang). Di antaranya, pengambilan keputusan mengenai perkara warga Kajang diambil melalui musyawarah di rumah panggung Ammatoa yang dihadiri 28 Gallarang.
Puto Palasa menambahkan, jika kejahatan, seperti pencurian atau merusak alam, maka si pelaku dihukum berupa denda sejumlah uang. Jika pelaku meninggalkan Tana Towa Kajang, maka yang menanggungnya adalah keluarga yang ada di kawasan tanah adat.
Puto Palasa juga menjelaskan, di kalangan masyararkat Kajang, ada tiga sumber hukum untuk mengatur kehidupan masyarakat. Yakni, hukum adat, hukum nasional serta hukum agama. Ketiga sumber hukum itu, tetap dipatuhi dan dilaksanakan warga sampai hari ini. (aha)
-------------------
[Terima kasih atas kunjungan, komentar, saran, dan kritikan Anda di blog "Pedoman Rakyat"]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar