Senin, 13 Agustus 2007
Sejarah Kota Makassar (4):
''Untuk tidak mengecewakan, maka kota pelabuhan Makassar diberi hadiah sebagai pintu gerbang, tempat berlalunya kegiatan perdagangan maritim ke kawasan timur Indonesia maupun ke negara asing lainnya. Predikat itu juga berkenan dengan pemberian status kotamadya (staatsgemeente) pada April 1906, bersama empat kota lainnya, yakni Batavia, Semarang, Surabaya, dan Medan,'' ungkap Edward L Poelinggomang. (int)
Sejarah Kota Makassar (4):
Makassar Dijadikan Pelabuhan Wajib Pajak
Pengaturan wilayah dan pemberian nama daerah yang dilakukan Kompeni, di bawah pimpinan Speelman, bertujuan mensirnakan penyebutan Makassar untuk kota baru yang dibangunnya itu.
Makassar yang menjadi pelabuhan transito internasional terbesar, tidak dijadikan kota pelabuhan dagang, melainkan diubah statusnya menjadi pos pengamanan kebijakan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku.
Akibatnya, Bandar Makassar hanya berfungsi sebagai pelabuhan singgah kapal kompeni dari Batavia yang berlayar ke dan datang dari Maluku.
''Nama Makassar tidak tampak dalam rancangan kota baru yang dibangun di atas reruntuhan Kota Makassar. Penyebutan area tempat kegiatan perdagangan dengan nama Vlardingen itu mengindikasikan bahwa Speelman telah menggantikan nama kota itu,'' urai sejarawan dari Unhas, Edward L Poelinggomang.
Namun dalam perkembangannya kemudian, ketika produksi teh China mendapat permintaan pasar Eropa, pihak Kompeni bergiat menjalin kembali hubungan perdagangan dengan China.
Usaha itu mendorong Kompeni membuka beberapa pelabuhan dagang di wilayahnya bagi pedagang maritim China pada 1731. Dalam kebijakan itu, tampak bahwa kota baru ciptaan Speelman kembali disebut dengan nama Pelabuhan Makassar.
Pelabuhan atau bandar Makassar kemudian tumbuh dan berkembang kembali. Sayangnya, pemerintah Hindia Belanda memandang kemajuan Makassar itu tidak menguntungkan pemerintah kecuali bandar niaga asing lainnya.
Bandar niaga Batavia, Semarang, dan Surabaya, serta pemasaran produksi industri Belanda semakin tidak berkembang. Oleh karena itulah, pemerintah Hindia Belanda menghendaki perubahan status bandar Makassar dari pelabuhan bebas menjadi pelabuhan wajib pajak, namun rencana itu mendapat protes berbagai pihak.
Karena adanya protes tersebut dan setelah melakukan berbagai upaya, pemerintah Hindia Belanda baru bisa mengubah kedudukan pelabuhan Makassar dari pelabuhan bebas menjadi pelabuhan wajib pajak, pada 1 Agustus 1906.
Kedudukan Makassar sebagai pusat perdagangan dialihkan ke pusat perdagangan di Jawa. Untuk melayani kegiatan perdagangan ke Kalimantan dipusatkan ke Semarang, sedangkan untuk kawasan timur diembankan kepada otoritas Pelabuhan Surabaya.
Sejak itu, segala kegiatan ekspor dan impor harus melalui Pelabuhan Surabaya, sehingga sarana angkutan niaga yang sebelumnya terdaftar di Makassar memindahkan usaha mereka ke Surabaya.
''Untuk tidak mengecewakan, maka kota pelabuhan Makassar diberi hadiah sebagai pintu gerbang, tempat berlalunya kegiatan perdagangan maritim ke kawasan timur Indonesia maupun ke negara asing lainnya. Predikat itu juga berkenan dengan pemberian status kotamadya (staatsgemeente) pada April 1906, bersama empat kota lainnya, yakni Batavia, Semarang, Surabaya, dan Medan,'' ungkap Edward. (asnawin/pr)
Keterangan:
-- Artikel ini dimuat di harian Pedoman Rakyat, Makassar, Jumat, 10 Agustus 2007, halaman 17/Humaniora
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar