Selasa, 20 Oktober 2009
Profil Susilo Bambang Yudhoyono (5)
Profil Susilo Bambang Yudhoyono (5)
Pilihan Suara Hati Rakyat Rakyat
Pilihan suara hati nurani rakyat akhirnya terbukti. Mayoritas rakyat Indonesia, pada Pilpres putaran kedua, mempercayakan pilihannya kepada pasangan capres-cawapres Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla. Paduan dwitunggal ini menawarkan program memberikan rasa aman, adil, dan sejahtera kepada rakyat. Pasangan ini hampir dipastikan akan memenangkan Pilpres 20 September 2004. Inilah Presiden dan Wakil Presiden pertama pilihan rakyat secara langsung.
Rekonsiliasi
Setelah delapan bulan saling berkompetisi di mana ada persaingan secara politik dalam Pemilu, dia berharap mengakhirinya dalam proses rekonsiliasi. Rekonsiliasi, menurutnya, harus dimulai dari pada elite yang diikuti para konstituen.
Dia pun berupaya merintis rekonsiliasi itu. Menurutnya, kalaupun ada konsep the ruling party dan oposisi di legislatif dan eksekutif, hal itu sah-sah saja dan akan menyehatkan karena ada checks dan balances. Tapi tak boleh dilatarbelakangi dengan permusuhan. Dasarnya adalah koreksi dan mengawasi agar kebijakan publik tidak salah dan rakyat akan diuntungkan.
Dia ingin ada komunikasi dengan Ibu Megawati sehingga tak ada masalah tersisa setelah tanggal 20 Oktober, dengan demikian pemerintahan akan berjalan. "Ini memang tak pernah terjadi di Indonesia, dan saatnya kita memulai," kata SBY.
Siapakah sesungguhnya Susilo Bambang Yudhoyono yang sangat diidolakan rakyat dan mengapa pasangan itu berjodoh?
SBY, demikian ia akrab disapa. Gaya bicaranya tenang, sistematis, dan berwibawa. Kata-katanya jelas mencerminkan wawasan berpikirnya yang luas. Pantas saja para pengamat politik memberinya julukan: Jenderal yang Berpikir. Ia pun mendirikan Partai Demokrat yang kemudian memperoleh suara signifikan pada Pemilu 2004 dan menghantarkannya menjadi calon presiden.
Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Kabinet Gotong-Royong ini mengundurkan diri dari jabatannya karena merasa tidak dipercaya lagi oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Surat permintaan pengunduran dirinya dikirim kepada Presiden, Kamis 11 Maret 2004 pagi, setelah sebelumnya ia menyurati presiden, mempersoalkan kewenangannya yang "dipreteli", tapi tidak ditanggapi oleh Megawati.
Pengunduran diri pria kelahiran Pacitan 9 September 1949 itu dilakukan setelah dua minggu kemelut politik terbuka dengan Megawati. Keputusan mundur dari kabinet itu tampaknya merupakan pemanasan dari kemelut panjang dalam kancah perebutan kekuasaan.
Yudhoyono, yang makin populer lewat iklan pemilu damainya di televisi, tampaknya telah memicu kemelut yang mengakibatkan orang-orang Megawati gerah.
Ketika mengumumkan permintaan pengunduran dirinya, SBY mengatakan, "Sesuai dengan hak politik saya, jika nanti pada saatnya ada partai politik, katakanlah Partai Demokrat dan dengan gabungan partai lain yang mengusulkan saya sebagai calon presiden, insya Allah saya bersedia." Berarti, ia siap bersaing dengan Megawati untuk merebut kursi kepresidenan di Pemilu 2004 ini.
Keputusan pengunduran dirinya dinilai berbagai pihak suatu keputusan yang elegan. Dalam perjalanan kariernya, Yudhoyono, memang selalu ingin tampak elegan baik dalam bertutur maupun bertindak. Sikap itu terlihat dalam beberapa peristiwa penting yang melibatkan langsung menantu Jenderal (Purn) Sarwo Edhie Wibowo itu.
Proses pengunduran dirinya yang terkesan akibat tersisihkan dalam Kabinet Megawati telah mengangkat popularitasnya yang tercermin dalam perolehan suara Partai Demokrat pada Pemilu 2004 yang sangat signifikan, menduduki peringkat lima.
Ketika mantan Kepala Staf Teritorial Markas Besar Tentara Nasional Indonesia ini tanggal 27 Januari 2000 memutuskan untuk pensiun lebih dini ketika menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid. Ketika itu ia masih berpangkat letnan jenderal dan akhirnya pensiun dengan pangkat jenderal kehormatan.
Kemudian pada 28 Mei 2001, bersama beberapa menteri tidak merekomendasikan rencana Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan Dekrit Presiden. Bahkan tidak bersedia melaksanakan Maklumat Presiden yang menugaskannya sebagai Menkopolsoskam untuk mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mengatasi krisis, memelihara keamanan, ketertiban, dan hukum.
Akibatnya ia diberhentikan dengan hormat dari jabatan Menkopolsoskam pada 1 Juni 2001, kerena menolak rencana Presiden mengeluarkan Dekrit. Ketika ia ditawari jabatan Menteri Perhubungan atau Menteri Dalam Negeri, ia menolaknya.
Lalu pada Sidang Istimewa MPR-RI, 25 Juli 2001, ia dicalonkan memperebutkan jabatan Wakil Presiden yang lowong setelah Megawati Sukarnoputeri dipilih menjadi presiden. Ia bersaing dengan Hamzah Haz dan Akbar Tandjung. Ia kalah dengan alasan sederhana, tidak mempunyai kendaraan politik berupa partai.
Pada 10 Agustus 2001, Presiden Megawati mempercayai dan melantiknya menjadi Menko Polkam Kabinet Gotong-Royong. Dia pun menjalankan tugasnya dengan baik. Salah satu pelaksanaan tugasnya adalah mengumumkan pemberlakuan status darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada 19 Mei 2003.
Kemudian popularitasnya makin memuncak. Pertama kali dia masuk bursa calon presiden, ketika Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) menimangnya menjadi salah satu kandidat calon presiden dan wakil presiden. Kemudian, Partai Demokrat menyebutnya sebagai calon presiden, bukan calon wakil presiden. ►ht
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar