-----
PEDOMAN KARYA
Selasa, 20 Oktober 2009
Susilo
Bambang Yudhoyono (1):
Presiden
RI Pertama Pilihan Rakyat
Oleh:
Asnawin Aminuddin
(Wartawan)
Hari ini, Selasa, 20
Oktober 2009, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dilantik kembali sebagai Presiden
Republik Indonesia. Lima tahun lalu, SBY dilantik menjadi Presiden RI
berpasangan dengan HM Jusuf Kalla. Tahun ini, SBY dilantik menjadi Presiden RI
berpasangan dengan Boediono.
Untuk mengenal lebih
dekat Susilo Bambang Yudhoyono, berikut kami tampilkan profilnya yang dikutip
dari www.tokohindonesia.com.
***
Ini dia Presiden
Republik Indonesia pertama hasil pilihan rakyat secara langsung. Lulusan
terbaik Akabri (1973) yang akrab disapa SBY dan dijuluki 'Jenderal yang
Berpikir', ini berenampilan tenang, berwibawa serta bertutur kata bermakna dan
sistematis.
Dia menyerap aspirasi
dan suara hati nurani rakyat yang menginginkan perubahan yang menjadi kunci
kemenangannya dalam Pemilu Presiden putaran II 20 September 2004.
Berpasangan dengan
Muhammad Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden, paduan dwitunggal ini menawarkan
program memberikan rasa aman, adil dan sejahtera kepada rakyat. Pasangan ini
meraih suara mayoritas rakyat Indonesia (hitungan sementara 61 persen),
mengungguli pasangan Megawati Soekarnoputri - KH Hasyim Muzadi.
Popularitas dengan
enampilan yang tenang dan berwibawa serta tutur kata yang bermakna dan
sistematis telah mengantarkan SBY pada posisi puncak kepemimpinan nasional.
Penampilan publiknya
mulai menonjol sejak menjabat Kepala Staf Teritorial ABRI (1998-1999) dan
semakin berkibar saat menjabat Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden KH
Abdurrahman Wahid) dan Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati
Sukarnopotri).
Ketika reformasi mulai
bergulir, SBY masih menjabat Kaster ABRI. Pada awal reformasi itu, TNI dihujat
habis-habisan. Pada saat itu, sosok SBY semakin menonjol sebagai seorang
Jenderal yang Berpikir. Ia memahami pikiran yang berkembang di masyarakat dan
tidak membela secara buta institusinya.
“Penghujatan terhadap
TNI itu menurut saya tak lepas dari format politik Orde Baru dan peran ABRI
waktu itu,” katanya. Maka, Tokoh Indonesia DotCom menjulukinya sebagai 'mutiara
di atas lumpur'.
Banyak orang mulai
tertarik pada sosok militer yang satu ini. Pada saat institusi TNI dan
oknum-oknum militernya dibenci dan dihujat, sosok SBY malah mencuat bagai
butiran permata di atas lumpur.
(Hampir sama dengan
pengalaman Jenderal Soeharto, ketika enam jenderal TNI diculik dalam peristiwa
G-30-S/PKI, 'the smiling jeneral' itu berhasil tampil sebagai 'penyelamat
negeri' dan memimpin republik selama 32 tahun. Sayang, kemudian jenderal
berbintang lima ini terjebak dalam budaya feodalistik dan kepemimpinan
militeristik. Pengalaman Pak Harto ini, tentulah berguna sebagai guru yang
terbaik bagi pemimpin nasional negeri ini).
Lulusan
Terbaik
Siapakah Susilo Bambang
Yudhoyono yang berhasil meraih pilihan suara hati nurani rakyat pada era reformasi
dan demokratisasi itu?
Pensiunan jenderal
berbintang empat berwajah tampan dan cerdas, ini adalah anak tunggal dari
pasangan R. Soekotji dan Sitti Habibah. Darah prajurit menurun dari ayahnya R.
Soekotji yang pensiun sebagai Letnan Satu (Peltu).
Sementara ibunya, Sitti
Habibah, putri salah seorang pendiri Pondok Pesantren Tremas, mendorongnya
menjadi seorang penganut agama Islam yang taat. Dalam dirinya pun mengalir
kental jiwa militer yang relijius.
Selain itu, lulusan
terbaik Akademi Militer (Akmil) angkatan 1973, juga memiliki garis darah biru,
sebagai keturunan bangsawan Jawa yang mengalir dari dua arah dan berujung pada
Majapahit dan Sultan Hamengkubuwono II.
Kakeknya dari pihak
ayah, bernama R. Imam Badjuri, adalah anak dari hasil pernikahan Kasanpuro
(Naib Arjosari II - darah biru Majapahit) dan RM Kustilah ( sebagai turunan
kelima trah Sultan Hamengkubuwono II bernama asli RA Srenggono). Bahkan dalam
silsilah lengkapnya, SBY juga memiliki garis keturunan dari Pakubuwono.
Kendati SBY anak
tunggal, dia hidup dengan prihatin dan kerja keras. Pada saat sekolah di
Sekolah Rakyat Gajahmada (sekarang SDN Baleharjo I), SBY tinggal bersama
pamannya, Sasto Suyitno, ketika itu Lurah Desa Ploso, Pacitan. Prestasinya saat
SR sudah menonjol.
Dalam proses pengasuhan
yang berdisiplin keras, pada masa kecil dan remajanya, SBY juga mengasah dan
menyalurkan bakat sebagai penulis puisi, cerpen, pemain teater dan pemain band.
Pria tegap yang
memiliki tinggi badan sekitar 175 cm, kelahiran Pacitan, Jawa Timur, 9
September 1949, ini senang mengikuti kegiatan kesenian seperti melukis, bermain
peran dalam teater dan wayang orang.
Beberapa karya puisi
dan cerpennya sempat dikirimkan ke majalah anak-anak waktu itu, misalnya ke
Majalah Kuncung. Sedangkan aktivitas bermain band masih dilaksanakan hingga
tingkat satu Akabri Darat sebagai pemegang bas gitar. Sesekali masih juga
menulis puisi.
Di samping kesenian, ia
juga menyukai dunia olah raga seperti bola voli, ia senang travelling, baik
jalan kaki, bersepeda atau berkendaraan. Sedangkan olah raga bela diri hingga
saat ini masih aktif dilakukan.
Tekadnya menjadi
prajurit mengental saat kelas V SR (1961) berkunjung ke AMN di kampus Lembah
Tidar Magelang.
“Saya tertarik dengan
kegagahan sosok-sosok taruna AMN yang berjalan dan berbaris dengan tegap waktu
itu. Ketika rombongan wisata singgah ke Yogyakarta, saya sempatkan membeli
pedang, karena dalam bayangan saya, tentara itu membawa pedang dan senjata,”
kenang SBY.
Mewarisi sikap ayahnya
yang berdisiplin keras, SBY berjuang untuk mewujudkan cita-cita masa kecilnya
menjadi tentara dengan masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(Akabri) setelah lulus SMA akhir tahun 1968.
Namun, lantaran
terlambat mendaftar, SBY tidak langsung masuk Akabri. Maka dia pun sempat
menjadi mahasiswa Teknik Mesin Institut 10 November Surabaya (ITS).
Namun kemudian, SBY
malah memilih masuk Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP) di Malang,
Jawa Timur. Selagi belajar di PGSLP Malang itu, ia pun mempersiapkan diri untuk
masuk Akabri.
Tahun 1970, dia pun
masuk Akabri di Magelang, Jawa Tengah, setelah lulus ujian penerimaan akhir di
Bandung. SBY satu angkatan dengan Agus Wirahadikusumah, Ryamizard Ryacudu, dan
Prabowo Subianto.
Semasa pendidikan, SBY
yang mendapat julukan Jerapah, sangat menonjol. Terbukti, dia meraih predikat
lulusan terbaik Akabri 1973 dengan menerima penghargaan lencana Adhi Makasaya.
Saat menempuh
pendidikan di Akademi Militer, itu, SBY berkenalan dengan Kristiani Herrawati,
putri Sarwo Edhie. Saat itu, Mayjen Sarwo Edhi Wibowo, menjabat Gubernur
Akabri. Perkenalan terjadi saat SBY menjabat sebagai Komandan Divisi Korps
Taruna.
Perkenalan itu
berlanjut dengan berpacaran, bertunangan dan pernikahan. Mereka dikarunia dua
orang putra Agus Harimurti Yudhoyono (mengikuti dan menyamai jejak dan prestasi
SBY, lulus dari Akmil tahun 2000 dengan meraih penghargaan Bintang Adhi
Makayasa) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lulusan terbaik SMA Taruna Nusantara,
Magelang yang kemudian menekuni ilmu ekonomi).
Pendidikan militernya
dilanjutkan di Airborne and Ranger Course di Fort Benning, Georgia, AS (1976),
Infantry Officer Advanced Course di Fort Benning, Georgia, AS (1982-1983)
dengan meraih honor graduate, Jungle Warfare Training di Panama (1983).
Kemudian, Anti Tank
Weapon Course di Belgia dan Jerman (1984), Kursus Komandan Batalyon di Bandung
(1985), Seskoad di Bandung (1988-1989) dan Command and General Staff College di
Fort Leavenworth, Kansas, AS (1990-1991). Gelar MA diperoleh dari Webster
University AS.
Karir
Militer
Dalam meniti karir, SBY
sangat mengidolakan Sarwo Edhi yang tidak lain adalah bapak mertuanya sendiri.
Dalam pandangannya, Sarwo Edhi adalah seorang prajurit sejati. Jiwa dan logika
kemiliterannya amat kuat. Selain belajar strategi, taktik, dan kepemimpinan
militer, mertuanya itu amat sederhana dalam hidup dan teguh dalam memegang
prinsip-prinsip yang diyakini.
Perjalanan karier
militernya, dimulai dengan memangku jabatan sebagai Dan Tonpan Yonif Linud 330
Kostrad (Komandan Peleton III di Kompi Senapan A, Batalyon Infantri Lintas
Udara 330/Tri Dharma, Kostrad) tahun 1974-1976, membawahi langsung sekitar 30
prajurit.
Batalyon Linud 330
merupakan salah satu dari tiga batalyon di Brigade Infantri Lintas Udara 17
Kujang I/Kostrad, yang memiliki nama harum dalam berbagai operasi militer.
Ketiga batalyon itu ialah Batalyon Infantri Lintas Udara 330/Tri Dharma,
Batalyon Infantri Lintas Udara 328/Dirgahayu, dan Batalyon Infantri Lintas
Udara 305/Tengkorak.
SBY, sebagai komandan
peleton, giat berlatih bersama anak buahnya sehingga peletonnya sering kali
menjadi andalan bagi Kompi A dalam setiap kegiatan latihan bersama kompi-kompi
lainnya di tingkat batalyon. Selain itu, ia juga mendapat tugas tambahan
memberi les pengetahuan umum dan bahasa Inggris bagi semua anggota batalyon.
Kefasihan berbahasa
Inggris, membuatnya terpilih mengikuti pendidikan lintas udara (airborne) dan
pendidikan pasukan komando (ranger) di Pusat Pendidikan Angkatan Darat Amerika
Serikat, Ford Benning, Georgia, 1975.
Kemudian sekembali ke
tanah air, ia memangku jabatan Komandan Peleton II Kompi A Batalyon Linud
305/Tengkorak (Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad) tahun 1976-1977. Dia pun memimpin
Pleton ini bertempur di Timor Timur.
Sepulang dari Timor
Timur, ia menjadi Komandan Peleton Mortir 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977).
Setelah itu, ia ditempatkan sebagai Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I
Kostrad (1977-1978), Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981), dan Paban
Muda Sops SUAD (1981-1982).
Ketika bertugas di
Mabes TNI-AD, itu SBY kembali mendapat kesempatan sekolah ke Amerika Serikat.
Dari tahun 1982 hingga 1983, ia mengikuti Infantry Officer Advanced Course,
Fort Benning, AS, 1982-1983 sekaligus praktek kerja-On the job training di
82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983.
Kemudian mengikuti
Jungle Warfare School, Panama, 1983 dan Antitank Weapon Course di Belgia dan
Jerman, 1984, serta Kursus Komando Batalyon, 1985. Pada saat bersamaan dia
menjabat Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
Lalu dia dipercaya
menjabat Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988) dan Paban Madyalat Sops Dam
IX/Udayana (1988), sebelum mengikuti pendidikan di Sekolah Staf dan Komando
TNI-AD (Seskoad) di Bandung dan keluar sebagai lulusan terbaik Seskoad 1989.
Dia pun sempat menjadi
Dosen Seskoad (1989-1992), dan ditempatkan di Dinas Penerangan TNI-AD
(Dispenad) dengan tugas antara lain membuat naskah pidato KSAD Jenderal Edi
Sudradjat. Lalu ketika Edi Sudradjat menjabat Panglima ABRI, ia ditarik ke
Mabes ABRI untuk menjadi Koordinator Staf Pribadi (Korspri) Pangab Jenderal Edi
Sudradjat (1993).
Lalu, dia kembali
bertugas di satuan tempur, diangkat menjadi Komandan Brigade Infantri Lintas
Udara (Dan Brigif Linud) 17 Kujang I/Kostrad (1993-1994) bersama dengan Letkol
Riyamizard Ryacudu. Kemudian menjabat Asops Kodam Jaya (1994-1995) dan Danrem
072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995).
Tak lama kemudian, dia
dipercaya bertugas ke Bosnia Herzegovina untuk menjadi perwira PBB (1995). Ia
menjabat sebagai Kepala Pengamat Militer PBB (Chief Military Observer United
Nation Protection Force) yang bertugas mengawasi genjatan senjata di bekas
negara Yugoslavia berdasarkan kesepakatan Dayton, AS antara Serbia, Kroasia dan
Bosnia Herzegovina.
Setelah kembali dari
Bosnia, ia diangkat menjadi Kepala Staf Kodam Jaya (1996), hanya sekitar lima
bulan. Saat itu Pangdam Jaya dijabat Mayjen TNI Sutiyoso, yang menggantikan
Mayjen TNI Wiranto yang diangkat menjadi Panglima Kostrad. Pada saat menjabat
sebagai Kasdam Jaya, terjadi peristiwa 27 Juli 1996, yang menyeret namanya
menjadi salah seorang saksi dalam pengungkapan kasus tersebut.
Kemudian dia menjabat
Pangdam II/Sriwijaya (1996-1997) sekaligus Ketua Bakorstanasda dan Ketua Fraksi
ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998) sebelum menjabat Kepala Staf Teritorial
(Kaster) ABRI (1998-1999). Penampilan publiknya mulai menonjol saat menjabat
Kepala Staf Teritorial ABRI tersebut.
Pada masa menjabat
Kaster ABRI ini reformasi mulai bergulir. TNI dihujat habis-habisan. Pada saat
itu, sosok SBY semakin menonjol sebagai seorang Jenderal yang Berpikir. Ia
memahami pikiran yang berkembang di masyarakat dan tidak membela secara buta
institusinya. Dia pun berperan banyak dalam upaya mereposisi peran TNI (ABRI).
Rafermasi TNI dimulai pada masa ini.
Karir
Politik
Sementara, langkah
karir politiknya dimulai tanggal 27 Januari 2000, saat memutuskan untuk pensiun
lebih dini dari militer ketika dipercaya menjabat sebagai Menteri Pertambangan
dan Energi pada pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid. Ketika itu ia masih
berpangkat letnan jenderal dan akhirnya pensiun dengan pangkat jenderal
kehormatan.
Tak lama kemudian, SBY
pun terpaksa meninggalkan posisinya sebagai Mentamben karena Gus Dur memintanya
menjabat Menkopolsoskam untuk menggantikan Jenderal Wiranto yang terpaksa
mengundurkan diri sebagai Menkopolsoskam.
Popularitasnya semakin
berkibar saat menjabat Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden KH Abdurrahman
Wahid) dan Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati Sukarnopotri).
Tugas terberatnya
sebagai Menko Polkam adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat dan dunia
bahwa keamanan di Indonesia dapat diwujudkan. Faktor keamanan inilah yang
sering dijadikan investor asing untuk membatalkan rencana investasinya di
Indonesia. Sedangkan dari dalam negeri, masyarakat sering kali merasa was-was
dengan berbagai gangguan seperti teror bom yang kerap terjadi.
Persoalan lainnya
adalah, upaya menghentikan pertikaian di daerah konflik, yang secara perlahan
memperlihatkan kemajuan. Namun, karena besarnya masalah yang dihadapi,
keberhasilan tugasnya itu sering tidak ditanggapi serius. Masih banyak
pekerjaan besar menunggu untuk segera diselesaikan.
Menghadapi tugas berat,
ternyata menjadi bagian sejarah hidup SBY yang sebelum menjadi menteri sempat
diprediksi bakal menjadi orang nomor satu di lingkungan militer. Ketika
Presiden KH Abdurrahman Wahid berkuasa, ia sempat diberi tugas untuk melobi
keluarga mantan Presiden Soeharto.
Maksud langkah
persuasif yang dilakukannya itu agar keluarga cendana bersedia memberikan
sebagian hartanya kepada rakyat dan bangsa. Khususnya untuk membawa pulang
harta keluarga Soeharto yang diperkirakan masih tersimpan di luar negeri.
Padahal saat itu masyarakat tengah menunggu dengan seksama hasil peradilan
orang kuat Orde Baru tersebut.
Presiden Wahid pada
awal tahun 2001 pernah memintanya untuk membentuk Crisis Centre. Dalam lembaga
nonstruktural ini Presiden Wahid meminta Yudhoyono menjabat sebagai Ketua
Harian dan menempatkan pusat informasi atau kegiatan (operation centre) di
kantor Menko Polsoskam.
Lembaga baru ini
berfungsi untuk memberikan rekomendasi kepada Presiden Wahid dalam menjawab
berbagai persoalan. Termasuk di antaranya sikap Kepala Negara dalam merespon
pemberian dua memorandum oleh DPR.
Kisah ketika dia
menjabat Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid) mengukir
kisah tersendiri.
Walau berulang kali
menerima kepercayaan bukan berarti Yudhoyono ‘lembek’ dalam menghadapi Presiden
Wahid. Ketika terdengar kabar Presiden Wahid ngotot akan menerbitkan dekrit
pembubaran DPR, maka, bersama Panglima TNI Laksamana Widodo AS dan jajaran
petinggi TNI lainnya, ia meminta Gus Dur mengurungkan niatnya.
Puncaknya, pada 28 Mei
2001, bersama beberapa menteri tidak merekomendasikan rencana Presiden
Abdurrahman Wahid mengeluarkan Dekrit Presiden. Bahkan tidak bersedia
melaksanakan Maklumat Presiden yang menugaskannya sebagai Menkopolsoskam untuk
mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mengatasi krisis, memelihara
keamanan, ketertiban dan hukum.
Akibatnya ia
diberhentikan dengan hormat dari jabatan Menkopolsoskam pada 1 Juni 2001,
kerena menolak rencana Presiden mengeluarkan Dekrit. Ketika ia ditawari jabatan
Menteri Perhubungan atau Menteri Dalam Negeri namun ditolaknya.
Lalu pada Sidang
Istimewa MPR-RI, 25 Juli 2001, ia dicalonkan memperebutkan jabatan Wakil
Presiden yang lowong setelah Megawati Soekarnoputri dipilih menjadi presiden.
Ia bersaing dengan Hamzah Haz dan Akbar Tandjung.
Pada 10 Agustus 2001,
Presiden Megawati mempercayai dan melantiknya menjadi Menko Polkam Kabinet
Gotong-Royong. Dia pun tampak menjalankan tugasnya dengan baik.
Salah satu pelaksanaan
tugasnya adalah mengumumkan pemberlakuan status darurat militer di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam pada 19 Mei 2003, serta proses penyelesaian konflik
Ambon dan Poso.
Hal itu sangat
menguntungkan SBY yang sudah berancang-ancang untuk merebut kursi presiden.
Kemudian popularitasnya makin memuncak. Pertama kali dia masuk bursa calon
presiden, ketika Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia menimangnya menjadi
salah satu kandidat calon presiden dan wakil presiden.
Kemudian, Partai
Demokrat yang dibidani dan didirikan bersama beberapa koleganya menyebutnya
sebagai calon presiden, bukan calon wakil presiden.
Lalu iklan damainya
muncul di berbagai stasiun televisi. Ia pun menjawab pertanyaan wartawan yang
menanyakan soal tidak dilibatkannya dia dalam beberapa kegiatan kabinet yang
menyangkut masalah politik dan keamanan.
Lalu, suami Presiden
Megawati, Taufik Kiemas menyebutnya kekanak-kanakan karena dinilai melapor
kepada wartawan bukan kepada presiden (1/3/2004). Ia pun beruntung karena pers
dan beberapa pengamat membangun opini bahwa ia sedang ditindas oleh Taufik
Kiemas, suami Megawati.
Dalam pada itu, dua
kali rapat kordinasi bidang Polkam batal dilakukan karena ketidakhadiran para
menteri terkait. Tampaknya para menteri terkait tak lagi mempercayai dan menurutinya.
Lalu pada 9 Maret 2004,
dia pun menyurati Presiden Megawati mempertanyakan kewenangannya sekaligus
minta waktu bertemu. Namun, Presiden tidak menjawab surat itu.
Mensesneg Bambang
Kusowo kepada pers mengatakan tidak seharusnya seorang menteri (pembantu
presiden) mesti membuat surat meminta bertemu dengan presiden. Dia pun diundang
mengahadiri rapat menteri terbatas. Tapi ia tidak datang.
Ia merasa suratnya tak
ditanggapi. Lalu pada 11 Maret 2004, ia memilih mengundurkan diri dari jabatan
Menko Polkam karena merasa kewenangannya sebagai Menko Polkam telah
diambil-alih oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.
Pada situasi itu, M.
Jusuf Kalla, yang menjabat Menko Kesra, menemuinya. Lalu, malam harinya, di
sebuah hotel, ia bertemu Abdurrahman Wahid yang diisukan sudah sejak beberapa
waktu menimangnya menjadi calon presiden dari PKB.
Jenderal yang simpatik,
tampan, mudah senyum dan memikat banyak perempuan ini, ketika mengumumkan
permintaan pengunduran dirinya, mengatakan; “Sesuai dengan hak politik saya,
jika nanti pada saatnya ada partai politik, katakanlah Partai Demokrat dan
dengan gabungan partai lain yang mengusulkan saya sebagai calon presiden, insya
Allah saya bersedia.”
Keputusan pengunduran
dirinya dinilai berbagai pihak suatu keputusan yang elegan. Dalam perjalanan
kariernya, Yudhoyono, memang selalu ingin tampak elegan baik dalam bertutur
maupun bersikap. Sikap itu terlihat dalam beberapa peristiwa penting yang
melibatkan langsung menantu Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo itu.
Langkah pengunduran
diri ini dinilai berbagai pihak membuatnya lebih leluasa menjalankan hak
politik yang akan mengantarkannya ke kursi puncak kepemimpinan nasional.
Polling TokohIndonesia DotCom menempatkannya sebagai calon wakil presiden yang
paling puncak.
Dwitunggal
SBY-JK
Proses pengunduran
dirinya yang terkesan akibat tersisihkan dalam Kabinet Megawati telah
mengangkat populeritasnya. Popularitasnya semakin menonjol. Ia seorang yang
beruntung memiliki popularitas politik menggungguli para tokoh poltik lainnya
yang justru sebelumnya meminangnya sebagai Calon Wakil Presiden.
Popularitasnya telah
mendongkrak perolehan suara Partai Demokrat pada Pemilu legislatif 2004 yang
menduduki peringkat lima dan mengantarkannya menjadi calon presiden.
Tak lama setelah Pemilu
Legislatif April 2004, SBY pun secara resmi meminta kesediaan M. Jusuf Kalla
mendampinginya sebagai Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden. Pasangan ideal
ini dicalonkan Partai Demokrat, PKPI dan PBB.
Pada Pemilu Presiden
putaran pertama 5 Juli 2004, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla ini
memperoleh 39.838.184 suara (33,574 persen) diikuti pasangan Megawati-Hasyim
Muzadi 31.569.104 suara (26,60 persen). Kedua pasangan itu maju ke Pemilu
Presiden tahap kedua 20 September 2004.
Sementara perolehan
suara tiga pasangan Capres-Cawapres lainnya yakni di urutan tiga
Wiranto-Salahuddin Wahid meraih 26,286,788 suara (22,154%), urutan empat Amien
Rais-Siswono Yudo Husodo 17,392,931suara (14,658%), dan urutan lima Hamzah
Haz-Agum Gumelar 3,569,861suara (3,009%).
Dalam aturan main
Pemilu Presiden ditetapkan jika dalam putaran pertama tidak ada pasangan
Capres-Cawapres yang meraih 50% + 1n suara dengan sedikitnya 20 persen di
setiap provinsi dan tersebar lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia,
maka peraih suara terbanyak 1 dan 2 ditetapkan untuk maju ke putaran kedua
Pemilu Presiden.
Hasil rekapitulasi
penghitungan suara dari 32 provinsi ditambah hasil pemilu di luar negeri,
jumlah pemilih yang menggunakan hak pilihnya 121.293.844 orang, atau 78,22
persen dari pemilih terdaftar 155.048.803, lebih rendah dari pemilu legislatif
yang 84,07 persen.
Pasangan
Yudhoyono-Jusuf meraih kemenangan di 17 provinsi, termasuk di luar negeri.
Pasangan Megawati-Hasyim mengungguli pasangan calon lainnya di enam provinsi.
Pasangan Wiranto-Salahuddin Wahid meraih kemenangan di tujuh provinsi. Pasangan
Amien Rais-Siswono Yudo Husodo meraih kemenangan di dua provinsi. Pasangan
Hamzah Haz-Agum Gumelar tidak memenang di satu pun provinsi.
Kemudian pada Pemilu
Presiden putara kedua 20 September 2004, SBY-JK meraih kepercayaan mayoritas
rakyat Indonesia dengan perolehan suara di attas 60 persen, mengungguli
pasangan Mega-Hasyim yang meraih kurang dari 40 persen suara.
Tinggal
di Istana
Menjawab pertanyaan
wartawan (24/9/2004), akan tinggal di mana setelah dilantik menjadi presiden,
SBY menjawab: “Istana. Saya memilih akan tinggal di sana setelah dilantik.”
Pilihannya beserta
keluarga untuk tinggal di Istana Negara didasarkan pada alasan akan lebih
efisien dan efektif bagi pelaksanaan tugasnya sebagai kepala negara dan kepala
pemerintahan.
Menurutnya, di istana
akan memudahkan pengaturan kegiatan. Tidak akan terlalu menghambat lalu lintas,
pengamanan akan lebih mudah, tamu-tamu akan mudah pengaturan dan pendataannya,
dan demi penghematan juga.
“Kalau saya tinggal di
luar istana, pasti diperlukan pembangunan sejumlah fasilitas yang sebetulnya
tidak diperlukan jika saya tinggal di istana,” kata SBY.
*** TokohIndonesia
DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
Biodata:
Nama : Jenderal TNI
(Purn) Susilo Bambang Yudhoyono
Lahir : Pacitan, Jawa
Timur, 9 September 1949
Agama : Islam
Istri : Kristiani
Herawati, putri ketiga almarhum Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo
Anak : Agus Harimurti
Yudhoyono dan Edhie Baskoro Yudhoyono
Ayah: Letnan Satu
(Peltu) R. Soekotji
Ibu: Sitti Habibah
Pangkat terakhir :
Jenderal TNI (25 September 2000)
Pendidikan:
= Akademi Angkatan
Bersenjata RI (Akabri) tahun 1973
= American Language
Course, Lackland, Texas AS, 1976
= Airbone and Ranger
Course, Fort Benning , AS, 1976
= Infantry Officer
Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983
= On the job training
di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983
= Jungle Warfare
School, Panama, 1983
= Antitank Weapon
Course di Belgia dan Jerman, 1984
= Kursus Komando
Batalyon, 1985
= Sekolah Komando
Angkatan Darat, 1988-1989
= Command and General
Staff College, Fort = Leavenwort,Kansas, AS
Master of Art (MA) dari
Management Webster University, Missouri, AS
Karier:
- Dan Tonpan Yonif
Linud 330 Kostrad (1974-1976)
- Dan Tonpan Yonif 305
Kostrad (1976-1977)
- Dan Tn Mo 81 Yonif
Linud 330 Kostrad (1977)
- Pasi-2/Ops Mabrigif
Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978)
- Dan Kipan Yonif Linud
330 Kostrad (1979-1981)
- Paban Muda Sops SUAD
(1981-1982)
- Komandan Sekolah
Pelatih Infanteri (1983-1985)
- Dan Yonif 744 Dam
IX/Udayana (1986-1988)
- Paban Madyalat Sops
Dam IX/Udayana (1988)
- Dosen Seskoad
(1989-1992)
- Korspri Pangab (1993)
- Dan Brigif Linud 17
Kujang 1 Kostrad (1993-1994)
- Asops Kodam Jaya
(1994-1995)
- Danrem 072/Pamungkas
Kodam IV/Diponegoro (1995)
- Chief Military
Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di Bosnia-Herzegovina (sejak awal
November 1995)
- Kasdam Jaya
(1996-hanya lima bulan)
- Pangdam II/Sriwijaya
(1996-) sekaligus Ketua Bakorstanasda
- Ketua Fraksi ABRI MPR
(Sidang Istimewa MPR 1998)
- Kepala Staf
Teritorial (Kaster ABRI (1998-1999)
- Mentamben (sejak 26
Oktober 1999)
- Menko Polsoskam
(Pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid)
- Menko Polkam (Pemerintahan
Presiden Megawati Sukarnopotri) mengundurkan diri 11 Maret 2004
Penugasan:
Operasi Timor Timur
(1979-1980), dan 1986-1988
Penghargaan:
- Adi Makayasa (lulusan
terbaik Akabri 1973)
- Honorour Graduated
IOAC, USA, 1983
- Tokoh Berbahasa Lisan
Terbaik, 2003.
Alamat :
Jl. Alternatif Cibubur
Puri Cikeas Indah
No. 2 Desa Nagrag Kec.
Gunung Putri Bogor-16967
Tidak ada komentar:
Posting Komentar