Kamis, 13 November 2008

PSM, Ada Apa Denganmu

Di bawah pelatih bertangan dingin yang juga mantan pelatih PSM dan mantan pelatih Timnas PSSI, M Basri, Persela kini menjelma menjadi kesebelasan papan atas dan mulai ditakuti, sedangkan PSM yang kini dilatih pelatih asal Malaysia, Raja Isa Bin Raja Akram Shah, berubah menjadi tim lemah dan gampang kalah. Persela malah mampu menundukkan sekaligus mempermalukan PSM dengan skor 3-1 saat bertanding di Stadion Mattoanging Andi Mattalatta, September lalu.




-----

PEDOMAN KARYA

Kamis, 13 November 2008

 

 

PSM, Ada Apa Denganmu

 

 

Oleh: Asnawin Aminuddin

(Wartawan)

 

Nama Persela Lamongan tentu belum banyak dikenal. Bandingkan dengan PSM Makassar yang sudah begitu lekat di benak para penggemar sepakbola Tanah Air sejak puluhan tahun lalu. Tetapi Persela kini bertengger di papan atas Indonesia Super League (ISL), sementara PSM terpuruk di papan bawah.

Di bawah pelatih bertangan dingin yang juga mantan pelatih PSM dan mantan pelatih Timnas PSSI, M Basri, Persela kini menjelma menjadi kesebelasan papan atas dan mulai ditakuti, sedangkan PSM yang kini dilatih pelatih asal Malaysia, Raja Isa Bin Raja Akram Shah, berubah menjadi tim lemah dan gampang kalah.

Persela malah mampu menundukkan sekaligus mempermalukan PSM dengan skor 3-1 saat bertanding di Stadion Mattoanging Andi Mattalatta, September lalu.

Di tangan Raja Isa yang pernah melatih Persipura dan Selangor FC (Malaysia), PSM baru menang dua kali, yakni saat menjamu Persija (2-1) dan ketika bertandang ke kandang Persita (2-1). Selebihnya dua kali seri (1-1 vs Persik, di Kediri, dan 1-1 vs PSMS, di Makassar), serta menelan empat kekalahan, yakni saat menjamu Persela di Makassar (1-3), saat menjamu Sriwijaya FC di Makassar (1-2), saat tandang ke kandang Persijap, Jepara (3-1), dan saat menghadapi PSIS di Semarang (1-0).

Bukan hanya hasil yang buruk, PSM juga harus malu besar karena dua kali kalah dan satu seri di kandang. Bukan ingin menengok ke belakang, tetapi sekadar mengingatkan bahwa PSM dan tim-tim mantan Perserikatan selama puluhan tahun sebenarnya tabu kalah di kandang.

Bagi para suporter PSM dan masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya, kekalahan PSM di Stadion Mattoanging adalah sebuah aib. Pantang bagi PSM untuk kalah di kandang sendiri.

Di zaman kejayaan Ramang (almarhum), Ronny Pattinasarani (almarhum), M Basri (kini pelatih Persela), Anwar Ramang, Iriantosyah Kasim DM, Sumirlan, Ali Baba, Bahar Muharram, PSM pantang untuk kalah di Stadion Mattoanging.

Itulah sebabnya Stadion Mattoanging dianggap sebagai “stadion keramat” bagi lawan-lawan PSM. Jangankan mengalahkan PSM, meraih hasil seri pun sudah merupakan hasil yang sangat lumayan.

Lalu mengapa sekarang PSM dapat dengan mudah kalah di kandang? Mengapa justru ketika ditangani pelatih asing dan dihuni sejumlah pemain asing, PSM mengalami keterpurukan? PSM, ada apa denganmu?

Ketika pertanyaan itu diajukan kepada Raja Isa, sang pelatih, jawaban yang meluncur justru tantangan untuk membeberkan kondisi PSM dewasa ini dan kesiapannya mengundurkan diri.

Sebagai pelatih kepala, Raja Isa memang merasa bertanggung jawab atas hasil buruk yang diraih PSM selama berada dalam polesannya, namun pria warga Negara Malaysia itu enggan mengakui kekurangannya.

Ia justru menuding faktor-faktor nonteknis sebagai penyebab hasil buruk tersebut, antara lain masalah politik (menjelang Pemilihan Walikota Makassar) dan krisis financial.

Alasan tersebut diaminkan oleh Manajer Tim PSM, Ishlah Idrus. Ia malah menambahkan bahwa faktor nonteknis lain yang turut memengaruhi penampilan para pemain PSM yaitu isu suap dan masalah kepemimpinan wasit.

Tentang faktor teknis, Raja Isa menilai para pemain PSM saat ini masih harus diasah karena rata-rata masih muda dan butuh jam terbang lebih banyak. Di matanya, para pemain PSM saat ini belum mampu meraih juara ISL.

Jawaban dan pernyataan Raja Isa secara tidak langsung merupakan pembelaan dan sekaligus permintaan agar dirinya tetap dipertahankan sebagai pelatih PSM.

Apakah Raja Isa akan dipertahankan atau bakal terdepak seperti Radoy Hrostov Minskovski? Kita lihat saja nanti.

Yang pasti, hasil yang dirah Radoy masih lebih bagus dibanding Raja Isa. Dari enam partai yang dijalani PSM di bawah pelatih Radoy, tiga kemenangan berhasil diraih dan satu di antaranya direbut saat bermain di kandang lawan. Selebihnya dua kali seri dan hanya sekali kalah dan itu pun saat bermain di luar kandang. Artinya, PSM tidak pernah dipermalukan di kandang sendiri.

Semoga PSM dapat bangkit pada pertandingan-pertandingan berikutnya. Memang tidak mudah meraih juara, tetapi untuk bertengger kembali di papan atas, tampaknya cukup realistis sebagai target saat ini.

Sekadar usul, kalau memang masih dipertahankan sebagai pelatih PSM, Raja Isa sebaiknya belajar memahami kultur masyarakat Sulsel yang mudah marah, apalagi kalau merasa dipermalukan.

Motivasi pemain juga harus dijaga dan mental juaranya harus ditumbuhkan, karena pada dasarnya para pemain PSM secara turun temurun sudah memiliki mental juara.

Kepada para pengelola PSM, tetap jaga sikap profesionalisme, tetapi jangan lupa bangun kebersamaan dan hubungan persaudaraan dengan seluruh unsur yang ada di PSM.

 

– copyright @Tabloid Demos, Makassar, Minggu III-IV September 2008


Tidak ada komentar:

Posting Komentar