Di bawah pelatih bertangan dingin yang juga mantan pelatih PSM dan mantan pelatih Timnas PSSI, M Basri, Persela kini menjelma menjadi kesebelasan papan atas dan mulai ditakuti, sedangkan PSM yang kini dilatih pelatih asal Malaysia, Raja Isa Bin Raja Akram Shah, berubah menjadi tim lemah dan gampang kalah. Persela malah mampu menundukkan sekaligus mempermalukan PSM dengan skor 3-1 saat bertanding di Stadion Mattoanging Andi Mattalatta, September lalu.
PEDOMAN KARYA
Kamis, 13 November 2008
PSM,
Ada Apa Denganmu
Oleh:
Asnawin Aminuddin
(Wartawan)
Nama Persela Lamongan
tentu belum banyak dikenal. Bandingkan dengan PSM Makassar yang sudah begitu
lekat di benak para penggemar sepakbola Tanah Air sejak puluhan tahun lalu.
Tetapi Persela kini bertengger di papan atas Indonesia Super League (ISL),
sementara PSM terpuruk di papan bawah.
Di bawah pelatih
bertangan dingin yang juga mantan pelatih PSM dan mantan pelatih Timnas PSSI, M
Basri, Persela kini menjelma menjadi kesebelasan papan atas dan mulai ditakuti,
sedangkan PSM yang kini dilatih pelatih asal Malaysia, Raja Isa Bin Raja Akram Shah,
berubah menjadi tim lemah dan gampang kalah.
Persela malah mampu
menundukkan sekaligus mempermalukan PSM dengan skor 3-1 saat bertanding di
Stadion Mattoanging Andi Mattalatta, September lalu.
Di tangan Raja Isa yang
pernah melatih Persipura dan Selangor FC (Malaysia), PSM baru menang dua kali,
yakni saat menjamu Persija (2-1) dan ketika bertandang ke kandang Persita
(2-1). Selebihnya dua kali seri (1-1 vs Persik, di Kediri, dan 1-1 vs PSMS, di
Makassar), serta menelan empat kekalahan, yakni saat menjamu Persela di
Makassar (1-3), saat menjamu Sriwijaya FC di Makassar (1-2), saat tandang ke
kandang Persijap, Jepara (3-1), dan saat menghadapi PSIS di Semarang (1-0).
Bukan hanya hasil yang
buruk, PSM juga harus malu besar karena dua kali kalah dan satu seri di
kandang. Bukan ingin menengok ke belakang, tetapi sekadar mengingatkan bahwa
PSM dan tim-tim mantan Perserikatan selama puluhan tahun sebenarnya tabu kalah
di kandang.
Bagi para suporter PSM
dan masyarakat Sulawesi Selatan pada umumnya, kekalahan PSM di Stadion
Mattoanging adalah sebuah aib. Pantang bagi PSM untuk kalah di kandang sendiri.
Di zaman kejayaan
Ramang (almarhum), Ronny Pattinasarani (almarhum), M Basri (kini pelatih
Persela), Anwar Ramang, Iriantosyah Kasim DM, Sumirlan, Ali Baba, Bahar Muharram,
PSM pantang untuk kalah di Stadion Mattoanging.
Itulah sebabnya Stadion
Mattoanging dianggap sebagai “stadion keramat” bagi lawan-lawan PSM. Jangankan
mengalahkan PSM, meraih hasil seri pun sudah merupakan hasil yang sangat
lumayan.
Lalu mengapa sekarang
PSM dapat dengan mudah kalah di kandang? Mengapa justru ketika ditangani
pelatih asing dan dihuni sejumlah pemain asing, PSM mengalami keterpurukan?
PSM, ada apa denganmu?
Ketika pertanyaan itu
diajukan kepada Raja Isa, sang pelatih, jawaban yang meluncur justru tantangan
untuk membeberkan kondisi PSM dewasa ini dan kesiapannya mengundurkan diri.
Sebagai pelatih kepala,
Raja Isa memang merasa bertanggung jawab atas hasil buruk yang diraih PSM
selama berada dalam polesannya, namun pria warga Negara Malaysia itu enggan
mengakui kekurangannya.
Ia justru menuding
faktor-faktor nonteknis sebagai penyebab hasil buruk tersebut, antara lain
masalah politik (menjelang Pemilihan Walikota Makassar) dan krisis financial.
Alasan tersebut
diaminkan oleh Manajer Tim PSM, Ishlah Idrus. Ia malah menambahkan bahwa faktor
nonteknis lain yang turut memengaruhi penampilan para pemain PSM yaitu isu suap
dan masalah kepemimpinan wasit.
Tentang faktor teknis,
Raja Isa menilai para pemain PSM saat ini masih harus diasah karena rata-rata
masih muda dan butuh jam terbang lebih banyak. Di matanya, para pemain PSM saat
ini belum mampu meraih juara ISL.
Jawaban dan pernyataan
Raja Isa secara tidak langsung merupakan pembelaan dan sekaligus permintaan
agar dirinya tetap dipertahankan sebagai pelatih PSM.
Apakah Raja Isa akan
dipertahankan atau bakal terdepak seperti Radoy Hrostov Minskovski? Kita lihat
saja nanti.
Yang pasti, hasil yang
dirah Radoy masih lebih bagus dibanding Raja Isa. Dari enam partai yang
dijalani PSM di bawah pelatih Radoy, tiga kemenangan berhasil diraih dan satu
di antaranya direbut saat bermain di kandang lawan. Selebihnya dua kali seri
dan hanya sekali kalah dan itu pun saat bermain di luar kandang. Artinya, PSM
tidak pernah dipermalukan di kandang sendiri.
Semoga PSM dapat
bangkit pada pertandingan-pertandingan berikutnya. Memang tidak mudah meraih
juara, tetapi untuk bertengger kembali di papan atas, tampaknya cukup realistis
sebagai target saat ini.
Sekadar usul, kalau
memang masih dipertahankan sebagai pelatih PSM, Raja Isa sebaiknya belajar
memahami kultur masyarakat Sulsel yang mudah marah, apalagi kalau merasa
dipermalukan.
Motivasi pemain juga
harus dijaga dan mental juaranya harus ditumbuhkan, karena pada dasarnya para
pemain PSM secara turun temurun sudah memiliki mental juara.
Kepada para pengelola
PSM, tetap jaga sikap profesionalisme, tetapi jangan lupa bangun kebersamaan
dan hubungan persaudaraan dengan seluruh unsur yang ada di PSM.
– copyright @Tabloid
Demos, Makassar, Minggu III-IV September 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar