PEDOMAN KARYA
Selasa, 02 Oktober 2007
Prof
Dr HM Idris Arief MS, 8 Tahun Menakhodai UNM (1):
Langsung
Dihadapkan Berbagai Persoalan
Delapan tahun bukanlah
waktu singkat dalam menakhodai sebuah perguruan tinggi negeri yang cukup
ternama. Tentu banyak suka dan dukanya dan itulah yang telah dilalui oleh Prof
Dr HM Idris Arief MS selama menjabat Rektor Universitas Negeri Makassar (UNM).
Bagaimana suka dukanya,
berikut wawancara wartawan “PR” dengan Prof Idris Arief, yang dituangkan dalam
tulisan bersambung mulai hari ini.
***
Pada 17 September 2007,
Senat UNM telah memilih Prof Dr H Arismunandar MPd sebagai rektor baru
menggantikan Idris Arief, tetapi pergantian tersebut baru akan dilakukan
setelah terbit Surat Keputusan dari pemerintah pusat.
“Mungkin sekitar
Desember baru dilakukan pelantikan dan biasanya dilakukan di Jakarta, bersamaan
dengan pelantikan beberapa rektor lainnya,” jelas Idris Arief.
Pria kelahiran Sinjai, 01
Februari 1942, adalah sarjana UNM (dulu IKIP Ujungpandang), jurusan Ekonomi
(1967). Suami dari Prof Dr Hj Rabihatun Idris MS, pernah menimba ilmu
pascasarjana Studi Pembangunan di Universitas Indonesia (1979), ilmu manajemen
di Washington State University, AS (1992), serta magister (S2) dan doktor (S3)
Ilmu Ekonomi di Unhas.
Sebelum terpilih
menjadi rektor pada periode pertama 1999-2003, Idris Arief menjabat Pembantu
Rektor II UNM juga selama dua periode (1991-1999).
Penatar nasional
manajemen perguruan tinggi dan dosen pascasarjana di beberapa perguruan tinggi
itu, juga terlibat dalam beberapa organisasi.
“Tetapi saya tidak
punya minat dan bakat di organisasi politik,” katanya kepada 'PR' dalam
beberapa kesempatan.
Ketika terpilih menjadi
rektor pada periode pertama, Idris Arief tentu saja menerima ucapan selamat
dari berbagai kalangan, tetapi pada saat bersamaan ia langsung dihadapkan
kepada berbagai persoalan dan tantangan.
Persoalan tersebut
antara lain memuncaknya krisis moneter (krismon) yang diiringi naiknya harga
barang. Anggaran yang diterima dari pemerintah pusat juga menurun drastis, dari
biasanya sekitar Rp10 miliar turun menjadi sekitar Rp1,5 miliar.
“Bayangkan, saat
terjadi krismon, saat harga barang-barang mahal, anggaran untuk perguruan
tinggi dipangkas dan tidak boleh ada pembangunan fisik, padahal kebutuhan
kampus meningkat,” ungkapnya.
Tantangan yang dihadapi
antara lain perubahan nama dan status Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(IKIP) Ujungpandang menjadi Universitas Negeri Makassar (UNM).
“Dengan perubahan
tersebut, UNM mendapat perluasan mandat, yakni mencetak calon guru dan lulusan
ilmu murni atau non-kependidikan,” papar Idris Arief.
Tidak mudah mengatasi
persoalan dan tantangan itu, tetapi dengan berbagai pengalamannya sebagai
pejabat di lingkungan UNM dan pergaulannya yang cukup luas, dia yakin mampu
menghadapi dan mengatasinya. (asnawin / bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar