Sabtu, 07 Februari 2009

Jadilah Wartawan yang Bermoral


Kita harus akui bahwa dapur redaksi kita sudah dimasuki tangan-tangan orang berduit. Mereka bisa membeli apa saja dan juga dapat membeli idealisme kita. Yang perlu diperhatikan oleh wartawan, jangan sampai untuk kepentingan sesuatu atau seseorang, idealisme kita jadi terbeli. (ist)
- H Zulkifli Gani Ottoh - (Ketua PWI Sulsel)







------------

H Zulkifli Gani Ottoh SH:
(Ketua PWI Cabang Sulawesi Selatan)

Jadilah Wartawan yang Bermoral



Pers nasional atau pers Indonesia secara resmi telah berusia 63 tahun. Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) yang juga Hari Ulang Tahun ke-63 Persatuan Warta-wan Indonesia (PWI) secara nasional akan dirayakan pada 9 Februari 2009, di Jakarta.

Usia 63 tahun adalah usia yang sudah cukup tua untuk ukuran manusia. Kenyataan-nya, perjalanan selama 63 tahun pers nasional juga sudah ditandai dengan berbagai perubahan dan perkembangan.

Era media cetak yang puluhan tahun silam begitu berjaya, kini sudah terkejar dan mungkin sudah tersaingi dengan hadirnya media elektronik radio, televisi, dan internet (media online).

Jumlah wartawan pun semakin banyak. Organisasi wartawan yang dulunya hanya satu yakni PWI, kini sudah puluhan jumlahnya. Kini juga sudah ada Dewan Pers yang secara tidak langsung menaungi puluhan organisasi kewartawanan tersebut.

Di era reformasi ini, pemerintah Indonesia juga tidak lagi memberlakukan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) dan juga dijamin tidak ada lagi pemberedelan atau pemberangusan media.

Namun di sisi lain, ada kelu-han dan kekhawatiran masya-rakat melihat perkembangan pers di tanah air, karena kebebasan pers dianggap sudah mengarah kepada kebebasan yang kebablasan.

Apa tanggapan Ketua PWI Cabang Sulawesi Selatan, H Zulkifli Gani Ottoh SH, mengenai perkembangan pers nasional dan lokal Sulawesi Selatan, serta adanya keluhan masyarakat terhadap wartawan dan pemberitaan media massa? Berikut petikan wawancaranya dengan Asnawin.


Tanya: Bagaimana anda melihat perkembangan pers di tanah air dewasa ini?

Jawab: Perkembangan media cetak dan elektronik di tanah air kita sangat maju. Itu ditandai dengan semakin banyak media cetak dan elektronik, baik secara nasional maupun lokal.

Tetapi kelihatannya perlu diimbangi dengan peningkatan kualitas SDM (sumber daya manusia) yang memadai. Kalau tidak, maka kualitas pemberitaan pasti tidak sesuai yang diharapkan.

Perlu diingat bahwa isi berita yang ingin disampaikan kepada masyarakat harus sesuai dengan atau didasarkan kepada kode etik jurnalistik. Tidak semua peristiwa atau sesuatu yang menurut kacamata wartawan itu berita bagus, benar-benar bagus untuk masyarakat.


Tanya: Bagaimana dengan perkembangan pers di Sulawesi Selatan?

Jawab: Kita harus akui bahwa dapur redaksi kita sudah dimasuki tangan-tangan orang berduit. Mereka bisa membeli apa saja dan juga dapat membeli idealisme kita. Yang perlu diperhatikan oleh wartawan, jangan sampai untuk kepentingan sesuatu atau seseorang, idealisme kita jadi terbeli.

Saya tidak perlu sebutkan medianya, tetapi kenyataannya ada media yang sepertinya dibeli segala-galanya (oleh orang berduit). Ada (peristiwa) yang tidak perlu disampaikan kepada masyarakat, ternyata disampaikan juga, bahkan diberi bumbu.

Saya ingin sampaikan kepada para wartawan, jangan gadaikan idealisme. Kalau ada orang berduit ingin menyampaikan sesuatu kepada masyarakat untuk kepentingan dirinya, silakan muat dalam bentuk iklan. Itu pun sebaiknya diedit dan dipertimbangkan layak tidaknya untuk dimuat. Jangan wartawan yang membuatnya dalam bentuk berita.


Tanya: Dulu hanya ada satu organisasi wartawan yaitu PWI, sekarang sudah banyak. Apa tanggapan Anda.

Jawab: Banyaknya organisasi wartawan yang muncul di era reformasi ini, saya anggap bagus. Itu adalah upaya untuk mengakomodir kepentingan wartawan, baik wartawan media cetak, radio, maupun televisi.

Tetapi perlu diingat, mendirikan organisasi wartawan itu harus jelas orientasi dan visi misinya. Yang paling pokok itu bagaimana meningkatkan kualitas anggotanya dengan mengadakan berbagai pendidikan dan pelatihan.

Selain itu, organisasi wartawan juga harus memperjuangkan kesejahteraan anggotanya dan melakukan pembelaan kalau ada masalah yang menimpai anggotanya. Karena kadang-kadang wartawan juga mendapat masalah, baik di media tempatnya bekerja maupun di lapangan dalam melaksanakan tugas-tugas jurnalistik.

Struktur organisasi wartawan juga harus jelas. Lengkap dengan pembagian tugas masing-masing bidang atau seksi. Organisasi juga harus jelas pengurus dan anggotanya. Jadi tidak seenaknya wartawan membuat organisasi kewartawanan.

Kalau di PWI, ada empat wakil ketua, yaitu wakil ketua bidang pendidikan, wakil ketua bidang organisasi, wakil ketua bidang pembelaan wartawan, dan wakil ketua bidang kesejahteraan.


Tanya: Apakah PWI tidak merasa tersaingi?

Jawab: Oh tidak. Malah kami di PWI senang, karena penilaian terhadap organisasi kewartawanan itu pasti akan kembali kepada masyarakat. Dengan banyaknya organisasi wartawan, PWI justru menjadi semakin dewasa dan profesional.


Tanya: Mahkamah Agung (MA) pada 30 Desember 2008, mengeluarkan Surat Edaran yang meminta para hakim mengundang saksi ahli dari Dewan Pers setiap kali akan memutuskan kasus yang menyangkut delik pers. Apa tanggapan Anda?

Jawab: Saya kira ini sebuah langkah maju. Meskipun Surat Edaran MA itu sifatnya imbauan (tidak wajib), kita tetap menyambutnya dengan gembira. Kita berharap para hakim menjadikan pegangan Surat Edaran MA tersebut.

Selain itu, para wartawan juga sebenarnya sudah lama menginginkan agar UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers direvisi, karena banyak kelemahannya, antara lain tidak lex spesialis. Untuk itulah, para hakim diminta mengundang anggota Dewan Pers menjadi saksi ahli dalam setiap perkara yang menyangkut delik pers.


Tanya: Bagaimana dengan kasus Upi Asmaradhana dengan Kapolda Sulselbar, yang merupakan buntut dari pernyataan Kapolda dalam berbagai kesempatan, bahwa wartawan dapat langsung dilaporkan ke polisi tanpa melalui proses hak jawab?

Jawab: Saya sudah beberapa kali bertemu dengan Kapolda dan menanyakan maksud dari pernyataannya itu. Ternyata maksudnya baik dan sama sekali bukan untuk menyesatkan wartawan. Kapolda benar-benar melihatnya dari kacamata hukum.

Jadi wajar-wajar saja kalau Kapolda bicara begitu, tetapi kalau ada reaksi dari kalangan wartawan, itu juga wajar.

Untuk menangani masalah-masalah yang menyangkut delik pers dan kriminalitas wartawan, saya sudah pernah berbicara pada sebuah forum pertemuan, bahwa PWI Sulsel mengusulkan agar antara Dewan Pers dan Polri ada kerja sama, sehingga tidak semua kasus delik pers harus dilanjutkan ke pengadilan.


Tanya: Kembali ke masalah perkembangan pers. Ada anggapan bahwa pers di era reformasi sudah kebablasan. Benarkah anggapan tersebut?

Jawab: Teknologi komunikasi dan informasi dewasa ini sudah sangat canggih. Masyarakat juga haus akan informasi terkini. Persaingan media pun menjadi ketat. Media akhirnya berlomba-lomba menyajikan berita terbaru dan terlengkap yang didukung oleh teknologi canggih.

Tetapi kalau dikatakan kebablasan, saya tidak setuju. Karena berita-berita atau informasi yang disajikan memang terjadi di lapangan. Pemberitaannya pun tampaknya berimbang.

Saya hanya mengingatkan kepada teman-teman wartawan agar pandai dan cerdas dalam menyikapi suatu masalah, jangan sampai kita terlibat dalam masalah itu.
Inilah juga antara lain yang mendorong PWI Sulsel membuat penerbitan. Tujuannya untuk media pendidikan kewartawanan dan pencerahan bagi wartawan.


Tanya: Menyambut Hari Pers Nasional tahun 2009, apa harapan anda kepada para wartawan dan pengelola media media massa?

Jawab: Saya berharap media-media yang sudah mapan tidak meninggalkan media yang berjuang untuk hidup. Misalnya ongkos cetak, janganlah terlalu tinggi tarifnya untuk media-media kecil. Karena misinya kan sama.

Kita juga berharap para pengelola media dan para wartawan bersatu, baik cetak maupun elektronik. Kalau bersatu, kita pasti akan kuat. Terakhir, saya ingin kembali mengingatkan kepada para wartawan agar tidak berhenti belajar, tetap menjaga idealisme, dan jadilah wartawan yang bermoral.-

copyright@koranpwi, 9 Februari 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar