Sejarah Dewan Kehormatan PWI Pusat (DK-PWI Pusat) dan Organisasi
Susunan Pengurus Dewan Kehormatan PWI Dari Masa ke Masa
Pertama kali Dewan Kehormatan PWI (DK-PWI) dibentuk tahun 1952, hampir enam tahun lamanya setelah PWI berdiri di Solo, 9 Februari 1946. Tapi sebelum Dewan Kehormatan tersebut terbentuk, maka sebenarnya PWI telah memiliki Kode Etik Jurnalistik sejak tahun 1947, yaitu hasil rumusan Kongres PWI ke-II di Malang. Namun Kode Etik itu baru disahkan dalam Kongres ke-IV PWI, di Surabaya tahun 1950.
Barulah pada Kongres ke-VI PWI di Salatiga (Jawa Tengah) tanggal 1-3 Juni 1952, diputuskan untuk membentuk Dewan Kehormatan PWI. Namun amanat Kongres keVI PWI di Salatiga tersebut baru dapat diwujudkan tanggal 24 September 1952 dengan susunan sebagai berikut:
1. H. Agus Salim (Ketua),
2. H. Mohammad Natsir (Wakil Ketua)
3. Roeslan Abdulgani
4. DR. Soepomo
5. Djawoto
Ketua Dewan Kehormatan PWI pertama, H. Agus Salim dikenal sebagai negarawan, tokoh pergerakan dan tokoh pers sejak zaman penjajahan. Menjabat sebagai Menteri Luar Negeri M. Natsir, Soepomo dan Roeslan Abdulgani kemudian menjadi Menteri.
Kemudian pada periode berikutnya, tahun 1968-1970 Pengurus Dewan Kehormatan PWI adalah :
1. Mr. Sumanang, SH
2. H. Rosihan Anwar
3. Prof . Oemar Seno Adji, SH
4. Assabafaqih
5. Sumantoro
Kongres ke-XIV PWI di Palembang, rapat pengurus Pusat PWI tanggal 29 Maret 1971 dan rapat PWI tanggal 21 April 1971 mengangkat pengururs DK-PWI untuk masa kerja 1970-1973; dalam rapatnya DK-PWI tanggal 4 Mei 1971 memilih :
1. Sudjarwo Tjondronegoro sebagai Ketua dan
2. Mahbub Djunaidi sebagai wakil ketua merangkap sekretaris, (Ketua DK-PWI) meningal 8 Desember 1972 maka rapat DK-PWI 18 Desember 1972 mengangkat Sdr. Mahbub Djunaidi sebagai Ketua dan
3. Sdr. Rh. Kusnan diangkat sebagai anggota mengganti alm. Sudjarwo Tjondronegoro, SH
5. Sdr. Suardi Tasrif, SH sebagai Anggota
6. Sdr. H. Djilis Tahir sebagai Anggota
Untuk masa kerja Kongres-XV PWI Tanggal 30 November-1 Desember 1973 di Tretes (Jawa Timur) menetapkan susunan Dewan Kehormatan PWI untuk masa kerja 1973-1978 adalah :
1. Mahbub Djunaidi (Ketua)
2. Drs. P.G. Togas (Wakil Ketua)
3. S. Tasrif S.H.
4. Zein Effendi S.H.
5. Manai Sophiaan
Kongres-XVI PWI Tanggal 4-7 Desember 1978 di Padang (Sumatera Barat) menetapkan susunan Dewan Kehormatan PWI untuk masa kerja 1978-1983 adalah :
1. S. Tasrif, SH (Ketua)
2. Manai Sophiaan
3. Gunawan Muhamad
4. Alex Alatas (Ali Alatas)
5. H.M. Hamidy
Susunan Dewan Kehormatan masa kerja 1983-1988 hasil Kongres-XVII PWI Tanggal 14-16 November 1983 di Manado (Sulawesi Utara) adalah :
1. H. Rosihan Anwar, sebagai Ketua (Mantan Ketua Umum PWI)
2. S. Tasrif (Wakil Ketua)
3. DR. JCT. Simorangkir, SH
4. Prof. Padmo Wahjono, SH
5. DR.M. Alwi Dahlan
6. H.M. Hamidy
7. Nawawi Alif, dan setelah Nawawi Alif meninggal dunia Dewan Kehormatan mengangkat ;
8. Toeti Adhitama
Susunan Dewan Kehormatan masa kerja 1988-1993 hasil Kongres-XVIII PWI Tanggal 28 November-1 Desember 1988 di Samarinda adalah :
1. Drs. Djafar. H. Assegaff , (Ketua)
2. R.H. Siregar, SH, (Sekretaris)
3. DR. JCT. Simorangkir, SH (Anggota)
4. DR. M. Alwi Dahlan, (Anggota)
5. Prof. Padmo Wahjono, SH, (Anggota)
6. H.M. Hamidy, (Anggota)
7. H. Sukarno, SH, (Anggota)
8. Prof. DR. Zakiah Daradjat, (Anggota) menggantikan DR. JCT Simorangkir, SH yang wafat kemudian ;
9. H. Budiardjo, (Anggota) menggantikan Prof Padmo Wahjono, yang wafat.
10. Prof. DR. Ihromi, MA, (Anggota) menggantikan H. Sukarno SH yang diangkat sebagai Duta Besar Nigeria.
Kongres-XIX Persatuan Wartawan Indonesia di Bandar Lampung Tanggal 2-5 Desember 1993 memilih susunan Pengurus Dewan Kehormatan PWI untuk masa kerja 1993-1998 terdiri atas :
1. Sjamsul Basri, (Ketua merangkap Anggota)
2. R.H. Siregar, SH, (Sekretaris merangkap Anggota)
3. Prof. DR. M. Alwi Dahlan, (Anggota), kemudian diangkat menjadi Menteri Penerangan RI
4. H. Sukarno, SH, (Anggota)
5. Prof.DR.H. Loebby Loqman, SH, (Anggota)
6. DR. A. Alatas Fahmi, (Anggota)
7. Dra. Ina Ratna Mariani, MA, (Anggota)
8. Rachman Arge, (Anggota)
9. DR. Din Syamsuddin, (Anggota)
Kongres-XX PWI Tanggal 10-11 Oktober 1998 di Semarang (Jawa Tengah) memilih Pengurus Dewan Kehormatan PWI untuk masa kerja 1998-2003
1. Atang Ruswita, (Ketua merangkap Anggota) (Alm.*)
2. R.H. Siregar, SH, (Sekretaris merangkap Anggota)
3. DR.S. Sinansari ecip, (Anggota)
4. Drs. H. Gunawan Subagio, (Anggota)
5. Abdul Razak MSc, (Anggota)
6. Rachman Arge, (Anggota)
7. H. Rosdy Agus, (Anggota), (Alm.*)
1. Atang Ruswita* Wafat pada tanggal 13 Juni 2003
2. H. Rosdy Agus* Wafat pada November 2000.
Kongres-XXI PWI Tanggal 2-5 Oktober 2003 di Palangkaraya, (Kalimantan Tengah) memilih Pengurus Dewan Kehormatan untuk masa kerja 2003-2008
1. R.H. Siregar, SH, (Ketua merangkap Anggota)
2. Widi Yarmanto, (Sekretaris merangkap Anggota)
3. Tribuana Said, MDS., (Anggota)
4. DR. S. Sinansari ecip, (Anggota)
5. Ishadi SK, M.Sc., (Anggota)
6. Karni Ilyas, SH, (Anggota)
7. August Parengkuan, (Anggota)
8. H. Baidhowi Adnan, (Anggota)
9. Irawati Nasution, (Anggota).
Relaxlah, ku takkan nak membohongi kata hatiku... Panjangnya journalmu... Memang pedoman~
BalasHapusSudah kucoba memendekkannya menjadi hanya satu paragraf setiap tulisan, tetapi belum berhasil. Bantu donk.... eh, trims atas kunjungan dan komentarnya
BalasHapusDON Vicento
BalasHapussaya selaku masyarakat yang kagum dengan profesi Jurnalistik sebenarnya merasa prihatin melihat perlakuan oknum2 yang menjelekan image para jurnalis profesional. mereka seenaknya saja memeras dan memperkaya diri sendiri saja. tanpa berfikir dampak yang akan terjadi.
bila hal ini dibiarkan terjadi akan semakin banyak saja oknum yang menyalah gunakan profesi sebagai wartawan. saran saya apa tidak sebaiknya didirikan sebuah divisi khusus yang tetap bernaung pada PWI dan bertugas sebagai “PEMBERANTAS” oknum yang mrugikan tersebut. dengan demikian saya yakin sedikit demi sedikit akan menuntaskan keluhan dari bagian masyarakat yang dirugikan.
sebagai dampak dari wartawan “ngawur” tersebut masyarakat akan merasa “risi” dengan profesi wartawan yang sebenarnya sangat mulia. karna saya sendiri sebelumnya pernah merasakan hal seperti itu.untuk kebanyakan para pengusaha dan pejabat selalu menganggap wartawan sebagai penghambat akibat mereka selalu di suguhi ancaman dan pemerasan dari wartawan “ngawur”.
Sebagai informasi di daerah Banten banyak wartawan “ngawur” dan wartawan palsu(tidak jelas identitasnya) yang kerjanya hanya datang ke kantor - kantor untuk meminta jatah.bila tidak segera ditindak hal ini akan sangat merugikan semua pihak.baik wartawan profesional dan para KORBANnya.
terimakasih…
DON.
Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya.
BalasHapusWartawan ngawur, wartawan bodrex, wartawan tanpa suratkabar (WTS) dan semacamnya memang agak sulit diberantas.
Saya sebagai wartawan yang kata orang sudah senior dan juga pengurus PWI Cabang Sulawesi Selatan, senantiasa mengingatkan para pemilik media di Makassar dan sekitarnya agar menjaga nama baik medianya masing-masing. Caranya, wartawan harus bekerja secara profesional, serta mengerti dan menerapkan Kode Etik Jurnalistik.
Dalam berbagai pelatihan jurnalistik, para peserta juga selalu diingatkan pentingnya profesionalisme dan mereka diberikan materi KEJ.
Tugas kita hanya mengingatkan dan tidak punya kewenangan untuk menangkap apalagi menghakimi wartawan ngawur dan semacamnya.
Saran saya, kalau ada wartawan yang "memeras" atau macam-macam, silakan saja dilapor kepada pihak berwajib atau hubungi Pemimpin Redaksinya.
Wartawan profesional tidak mungkin macam-macam. Wartawan ngawur dan semacamnya sebaiknya memang diberi pelajaran atau sekalian dimasukkan ke dalam penjara. Trims atas atensinya.