Senin, 31 Desember 2007

Tugas Berat Pengurus Baru KNPI Sulsel

Tugas Berat Pengurus Baru KNPI Sulsel
(Renungan Bagi Peserta Musda)

Oleh: Asnawin

Sudah banyak yang tahu bahwa Komite Nasional PemudaIndonesia (KNPI) adalah wadah berhimpun Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) dan potensi pemuda lainnya.
Itulah sebabnya pengurus KNPI diharapkan dan seharusnya merupakan wakil-wakil dari seluruh OKP yang ada pada tingkatan masing-masing. Misalnya Dewan Pimpinan Pusat (DPP) KNPI, pengurusnya seharusnya terdiri atas masing-masing satu orang perwakilan dari setiap OKP tingkat nasional ditambah potensi pemuda lainnya yang tidak terhimpun di OKP.
Begitupun dengan pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I KNPI, pengurusnya tentu berasal dari OKP dan potensi pemuda lainnya di tingkat provinsi.
Kenyataannya, pengurus KNPI selalu didominasi kader dari salah satu partai politik tertentu dan secara tidak langsung menjadi salah satu “tangan” pemerintah.
Tak heran kalau KNPI selalu dipimpin atau diketuai oleh kader parpol tertentu yang dekat dengan kekuasaan. Ketua KNPI pada masa lalu adalah “orang titipan” yang telah mendapat restu dari tiga jalur, yakni jalur “ABG” alias ABRI, Birokrat, dan Golkar.
Kalau bukan“orang titipan”, apalagi tidak mendapat restu dari jalur “ABG”, jangan harap bisa menjadi Ketua Umum KNPI. Karena dia “orang titipan”, maka Ketua KNPI biasanya akan mendapat tempat yang layak, baik di pemerintahan maupun di dewan (DPR RI/DPRD). Ketua KNPI juga akan mendapat tempat khusus pada setiap upacara atau peringatan hari-hari besar nasional.
Di era sekarang, KNPI sudah memiliki paradigma baru dan tidak lagi merupakan “tangan” penguasa. Ketua KNPI tidak lagi harus mendapat restu dari “ABG”. Otomatis ketua dan pengurus KNPI di era sekarang tidak lagi menjadi “anak emas”.
Ketua dan pengurus KNPI tidak lagi bisa seperti anak bayi yang jika menangis bisa langsung diberi air susu supaya kenyang dan diam. Meskipun kondisinya berbeda, sebenarnya ada persamaan antara pengurus KNPI era masa lalu dengan pengurus KNPI era sekarang, yaitu sama-sama melupakan atau lupa mensosialisasikan keberadaan KNPI ke tengah masyarakat.
Pengurus KNPI sejak dulu hingga sekarang lupa atau mungkin tidak tahu bagaimana mensosialisasikan keberadaan, fungsi, dan peran KNPI kepada para pelajar, mahasiswa, pegawai negeri, profesional, dan kepada masyarakat umum.
Kalaupun dilakukan, pastilah tidak maksimal. Dalam banyak kesempatan, kerap terdengar orang bertanya; “Apa itu KNPI?”
Pertanyaan itu seharusnya tidak perlu muncul atau terlontar kalau pengurus KNPI berhasil melakukan sosialisasi. Kalau pertanyaan itu muncul dari masyarakat awam, mungkin masih agak bisa dimaklumi, tetapi ternyata mantan aktivis mahasiswa pun masih ada yang tidak mengenal KNPI dan bertanya; “Apa itu KNPI?”
Apa sajakah yang dilakukan oleh para pengurus KNPI sejak didirikan para 23 Juli 1973 hingga pengurus era milenium sekarang ini? Apakah para pengurus hanya sibuk dengan urusan politik praktis dan lain-lain yang tidak ada hubungannya dengan masyarakat? Apakah para pengurus memang tidak merasa sebagai wakil masyarakat melalui OKP dan potensi pemuda lainnya?
Sebagai pengurus KNPI Sulsel periode 2004-2007, penulis juga sebenarnya malu dan ikut merasa bertanggungjawab atas kegagalan mensosialisasikan “makhluk” bernama KNPI itu kepada masyarakat. Tetapi, secara pribadi penulis sudah berupaya melakukannya, baik melalui tulisan di media massa (cetak dan elektronik, termasuk di internet) maupun lewat berbagai kesempatan dalam kapasitas sebagai pengurus beberapa organisasi dan sebagai bagian dari anggota masyarakat.
Lewat berbagai berbagai upaya itulah, penulis tahu dan merasa malu sendiri bahwa ternyata masih banyak pelajar, mahasiswa, guru, pegawai negeri, pegawai swasta, wiraswasta, profesional, dan masyarakat umum yang tidak mengenal KNPI dan bertanya; “Apa itu KNPI?”
Kepada para calon ketua dan calon pengurus KNPI Sulsel periode 2007-2010 yang sedang mengikuti Musyawarah Daerah Pemuda/KNPI Sulsel di Hotel Singgasana, Makassar, 16-18 Desember 2007, penulis yang bakal “pensiun” karena faktor usia dan “tahu diri” (meminjam istilah HZB Palaguna, “is al”, issengi alemu), mohon izin menitipkan beberapa pesan.
Sebelum menjadi pengurus, bulatkanlah tekad untuk meluangkan waktu mengurus dan berhimpun di KNPI. Tak ada gunanya pintar, hebat, kaya, dan punya jaringan luas, kalau tidak ada waktu atau tidak bisa meluangkan waktu mengurus KNPI.
Ketua dan pengurus baru nanti, juga diharapkan menjadi “sahabat” Pemerintah Provinsi Sulsel. Sahabat yang tidak hanya pandai memuji atau menganggukkan kepala, tetapi juga mampu menunjukkan kesalahan sahabatnya (Pemprov), sekaligus bisa memberikan solusi atau jalan keluarnya.
Artinya, keberadaan KNPI Sulsel diharapkan tidak menjadi beban bagi Pemprov Sulsel, tetapi menjadi mitra yang produktif dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi Pemprov Sulsel.
Selanjutnya, ketua dan pengurus KNPI Sulsel ke depan diharapkan membuat program yang berpihak kepada kepentingan rakyat banyak. Pengurus KNPI diharapkan memilki kepedulian dan mampu ikut menjawab masalah-masalah yang kini mendera rakyat seperti : kemiskinan, kelaparan, rendahnya kualitas dan mahalnya biaya pendidikan, penganguran, mahalnya ongkos pengobatan dan harga obat-obatan, dan lain sebagainya.
Dalam rangka sosialisasi, pengurus KNPI Sulsel perlu membuat semacam program KNPI masuk ke sekolah atau KNPI masuk ke kampus, serta melibatkan pelajar dan mahasiswa dalam berbagai kegiatannya.
Dalam hal ini, KNPI bisa menjadi mediator atau fasilitator bagi sejumlah OKP yang berbasis pelajar dan mahasiswa. Ingat, pelajar dan mahasiswa adalah calon-calon pengurus KNPI yang sangat potensial dan generasi muda terpelajar calon pemimpin bangsa.

Libido Politik

KNPI memang tidak bisa dihindari sebagai “laboratorium kader”, sehingga banyak pengurus yang menjadikannya sebagai “ajang karier” politik. Juga tak perlu heran kalau di KNPI banyak trik dan intrik. Itu sah-sah saja dilakukan dan memang perlu terjadi di KNPI.
Politik boleh dilakukan oleh siapa, di mana, dan kapan saja, karena politik bukan milik siapa-siapa. Politik milik semua orang, milik kita semua. Entitas politik bisa muncul dari sekolah, kampus, pasar, mushalla, sanggar seni, tempat cukur, apalagi diwarung kopi.
Pemuda yang berhimpun di KNPI tidak boleh dilarang dan bahkan sebaiknya menjadikan KNPI sebagai “ajang karier” politik dan lain-lain.
Pemuda yang berhimpun di KNPI juga harus punya mimpi dan menggantungkan cita-cita untuk meniti karier atau meraih kesuksesan lebih tinggi. Tetapi tolong jangan lupakan paradigma barunya, tolong jangan abaikan kepentingan rakyat banyak, dan tolong lakukan sosialisasi agar jumlah orang yang bertanya; “Apa itu KNPI?” menjadi semakin berkurang. Selamat bermusyawarah! (penulis adalah pengurus KNPI Sulsel 2004-2007)

(dimuat di harian Fajar, Makassar, Senin, 17 Desember 2007)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar