Menanti Perda Pembentukan Dispora Sulsel
Oleh : Asnawin
Banyak yang mengeluh karena ketiadaan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora), tetapi tidak sedikit juga yang khawatir jika Dispora dibentuk.
Pembina atau pejabat yang menangani Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) misalnya, mengeluh karena keberadaan mereka ada yang dibawahi oleh Subdin Pendidikan Luar Sekolah (PLS), atau Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda, dan Olahraga (Diklusepora).
Mereka mengeluh karena tidak banyak pejabat yang mengerti fungsi dan tujuan keberadaan PPLP, serta minimnya dana untuk melakukan pembinaan di PPLP.
Tugas pokok PPLP adalah mencari calon-calon atlet berusia 13-18 tahun (setingkat SMP dan SMA) di berbagai kabupaten dalam satu provinsi yang berpotensi meraih prestasi tinggi.
Atlet pelajar berprestasi itu kemudian dikumpulkan oleh PPLP untuk dilatih secara intensif dan disekolahkan atas tanggungan dari pemerintah provinsi.
Keluhan juga biasanya datang dari pembina kepemudaan, yang antara lain menangani program pertukaran pemuda antarnegara (PPAN), pertukaran pemuda antarprovinsi (PPAP), sarjana penggerak pembangunan perdesaan (SP3), koperasi usaha pemuda produktif (KUPP), dan pemilihan pasukan pengibar bendera pusaka (Paskibra).
Mereka mengeluh karena program-program tersebut membutuhkan orang-orang yang paham tentang kepemudaan dan juga dibutuhkan dana yang cukup besar, tetapi kebutuhan tersebut sepertinya agak diabaikan.
Selain pihak yang mengeluh, juga ada pihak yang khawatir jika Dispora dibentuk, terutama para pemuda yang berhimpun di Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP).
Mereka khawatir jika Dispora dibentuk maka mereka tidak lagi bebas kesana-kemari mencari dana untuk membiayai berbagai program kegiatannya.
Selama ini, dengan tidak adanya Dispora, maka KNPI dan OKP lebih bebas kesana-kemari mencari dana atau bekerja sama dengan berbagai instansi atau pihak. Kalau Dispora dibentuk, maka dikhawatirkan tidak ada lagi bantuan dana atau pihak yang mau bekerja sama dengan KNPI dan OKP, karena menganggap semua kebutuhannya sudah bisa dipenuhi oleh Dispora.
Budaya Berolahraga
Terlepas dari berbagai keluhan dan kekhawatiran itu, perlu juga diketahui bahwa negara kita membutuhkan pemuda-pemuda yang sehat dan cerdas. Pemuda yang bagus derajat kesehatan dan kebugaran jasmaninya, serta terpuji perilakunya.
Sayangnya, masih banyak pemuda dan masyarakat pada umumnya yang tidak menjadikan olahraga sebagai bagian dari kebutuhan hidup, sehingga tidak melakukan olahraga secara teratur dan berkesinambungan.
Berolahraga belum menjadi budaya di tengah masyarakat, termasuk di kalangan pemuda. Itu tercermin dari tingkat kemajuan pembangunan olahraga Indonesia yang hanya mencapai 34 persen (Sport Development Index/SDI)pada 2004.
Index ini dihitung berdasarkan angka indeks partisipasi, ruang terbuka, sumber daya manusia (SDM), dan kebugaran.
Berdasarkan data SDI tersebut, dapat dilihat bahwa nilai indeks partisipasi masyarakat untuk berolahraga hanya mencapai 0,354. Artinya hanya 35% masyarakat yang turut berpartisipasi dalam keolahragaan.
Nilai tersebut menunjukkan masih rendahnya budaya olahraga di negara kita. Adanya sarana dan prasarana umum untuk berolah raga yang beralihfungsi menjadi pusat peradagangan dan fasilitas lainnya, menyebabkan semakin sempitnya ruang publik untuk olahraga, sehingga pada akhirnya mempengaruhi sikap dan minat masyarakat terhadap olahraga.
Akibatnya, prestasi olahraga para atlet menurun yang juga diakibatkan oleh kurang intensifnya pembibitan dan pembinaan prestasi olahraga dalam pengembangan olahraga yang berjenjang dan berkelanjutan.
Di sinilah pentingnya dinas khusus yang menanganikeolahragaan, agar pembinaan olahraga bisa dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan. Dispora juga nantinya bertugas mendorong terbentuknya atau aktifnya klub-klub cabang olahraga sebagai ujung tombak pembinaan atlet berprestasi dan pembinaan olahraga.
Pemerintah telah menerbitkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, sebagaimana diamanahkan dalam Program Pembangunan Jangka Panjang (RPJM) Nasional 2004–2009, yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan.
Undang-undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP) itu diharapkan menjadi solusi atas berbagai permasalahan keolahragaan di Indonesia, termasuk di Sulawesi Selatan.
Kedua produk hukum itu juga diharapkan dapat menumbuhkan budaya berolahraga dan meningkatkan prestasi untuk kemajuan pembangunan olahraga, namun kenyataannya tidaklah demikian.
Kenyataannya, kita memang membutuhkan Dispora untuk mencapai tujuan pembangunan bidang keolahragaan nasional, yakni (1) menumbuhkan budaya olahraga sejak dini melalui jalur pendidikan olahraga di sekolah dan masyarakat; (2) meningkatkan kualitas manusia Indonesia sehingga memiliki tingkat kesehatan dan kebugaran yang cukup; (3) serta meningkatkan usaha pembibitan dan pembinaan olahraga prestasi.
Kepemudaan
Kita sepakat bahwa pemuda adalah tulang punggung pembangunan bangsa dan negara. Pemuda juga sudah menunjukkan perannya dalam membangun semangat perjuangan, perannya dalam terbentuknya negara Indonesia, perannya dalam memerdekakan bangsaIndonesia, serta perannya pascakemerdekaan RI.Maka tidak ada lagi alasan bagi pemerintah dan parapengambil kebijakan untuk memerhatikan danmemberdayakan pemuda. Juga tidak ada alasan untuktidak membentuk Dispora sebagai lembaga yang membuatdan menyusun program pembinaan kepemudaan di tingkatprovinsi dan kabupaten, sekaligus sebagai penyambung“silaturahim” antara pemuda dengan pemerintah.Pemuda dalam hal ini bukan hanya yang sedang menempuhpendidikan formal atau para sarjana, melainkan semuakomponen pemuda, termasuk yang putus sekolah danpemuda yang tidak memiliki pekerjaan tetap.Kita juga mungkin perlu bertanya, masih adakah jiwanasionalisme di dada pemuda Indonesia dewasa ini ?Masih ingatkah mereka tentang sejarah Sumpah Pemuda,sejarah Kebangkitan Nasional, dan sejarah KemerdekaanIndonesia ?Kita pun perlu bertanya mengapa banyak pemuda yangterlibat aksi unjukrasa, tawuran, dan menyalahgunakannarkotika dan zat-zat adiktif lainya (narkoba) ?Pemerintah sebenarnya menyadari betapa (1) rendahnyaakses dan kesempatan pemuda untuk memperolahpendidikan, (2) rendahnya tingkat partisipasi angkatankerja (TPAK) pemuda, (3) belum serasinya kebijakankepemudaan, (4) rendahnya kemampuan kewirausahaanpemuda, (5) penyaluran aspirasi yang cenderungdestruktif, serta (6) maraknya masalah sosial, sepertikriminalitas, premanisme, narkotika, psikotropika, zatadiktif, dan HIV/AIDS. Namun berbagai upaya yang dilakukan untuk mengatasisemua masalah tersebut tampaknya belum optimal. Peraturan DaerahMaka sekali lagi, di sinilah pentingnya pembentukanDinas Pemuda dan Olahraga. Lembaga tersebut diharapkanmampu menciptakan pemerataan pembinaan danpengembangan kegiatan keolahragaan, peningkatan mutupelayanan minimal keolahragaan, peningkatanefektivitas dan efisiensi manajemen keolahragaan,peningkatan kesehatan, kebugaran dan prestasiolahraga, serta meningkatnya peran pemuda sebagaipilar bangsa dalam menunjang pembangunan nasionalmelalui pendidikan kepemudaan.Dispora juga diharapkan memfokuskan pembinaan pemudadi Sulawesi Selatan secara merata, berjenjang, danberkesinambungan melalui koordinasi pembinaan yangberlangsung dari semua jalur pembinaan pendidikankepemudaan. Selain itu, Dispora diharapkan mampumeningkatkan pembinaan kelembagaan kepada wadahpembinaan organisasi dan instansi yang secara langsungmaupun tidak langsung mempunyai akses dalam pembinaanpemuda di kabupaten, provinsi, dan nasional. Sebelum membentuk Dispora, mungkin perlu dilakukankajian akademik dan sosial, serta melakukan studibanding ke satu atau beberapa provinsi yang telahlebih dahulu membentuk Dispora. Sebagai bagian daripemuda dan alumni Fakultas Pendidikan Olahraga danKesehatan (FPOK), saya berharap segera Pemprov Sulselsegera membuat Peraturan Daerah (Perda) PembentukanDinas Pemuda dan Olahraga (Dispora).(Asnawin adalah wartawan dan aktif dalam beberapaorganisasi kepemudaan di Makassar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar