Thursday, November 26, 2009
Cerita Jusuf Kalla tentang Bank Century
Ask the Tribun Timur Editor
Sumber: http://www.tribun-timur.com/read/artikel/59796
Cerita Jusuf Kalla tentang Bank Century
Catatan Dahlan, wartawan Tribun
Rabu, 25 November 2009 | 01:02 WITA
13 November 2008. Pagi. Bank Century kolaps, bangkrut. Bank itu kalah kliring. Sore harinya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama rombongan, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani, terbang menuju Washington, Amerika Serikat, untuk menghadiri pertemuan G-20.
Sri Mulyani melaporkan kondisi Bank Century kepada SBY, 14 November. Hari itu juga, Sri Mulyani kembali ke Tanah Air. Tiba 17 November. Keadaan gawat. Sejumlah tindakan genting harus diambil.
Sejumlah rapat dengan Gubernur Bank Indonesia ketika itu, Boediono, harus segera digelar.
***
PUKUL 03.30 waktu Jakarta, Rabu, 26 November 2008. Udara terasa dingin. Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, sepi. Pesawat Airbus A330-341 mendarat dengan mulus.
Setelah melewati penerbangan meletihkan 30 jam dari Lima, Peru, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan rombongan turun dari pesawat.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyambut SBY dan rombongan di tangga pesawat. Kalla bukan hanya siap menyambut, melainkan juga siap melaporkan perkembangan di Tanah Air selama presiden ke luar negeri.
Selama SBY melakukan misi 16 hari di luar negeri (ke Amerika Serikat, Meksiko, Brasil, dan Peru), Kalla memimpin negara dan pemerintahan. Karena itu, ia segera melaporkan perkembangan di Tanah Air begitu pemberi mandat tiba.
Banyak yang dilaporkan. Salah satunya soal Bank Century. Ia melaporkan bagaimana Sri Mulyani dan Boediono menangani Bank Century.
Kalla juga melaporkan, "Saya sudah memerintahkan Kapolri untuk menangkap Robert Tantular (pemilik Bank Century). Ini perampokan."
"Baik, baik ...," begitu reaksi presiden seperti dikutip Kalla ketika menceritakan kisah tersebut di Studio Trans Kalla, Tanjung Bunga, Makassar, Selasa (24/11).
Kalla terlihat lebih gemuk. Berat badannya naik dua kilo sejak lepas dari kesibukan sebagai wakil presiden, 20 Oktober lalu.
Dengan air muka yang cerah, Kalla berkata: "Sekarang tanggal 24 (November). Besok tanggal 25, persis setahun ketika Ani (Sri Mulyani) dan Boediono melaporkan Bank Century di kantor saya."
***
ISTANA Wakil Presiden RI, Jakarta, pukul 16.00 WIB, Selasa, 25 November 2008. Kalla ingat persis tanggal ini, lengkap dengan harinya.
Ketika itu, ditemani stafnya masing-masing, Sri Mulyani dan Boediono melapor kepadanya mengenai Bank Century. Mereka harus melapor ke wapres karena presiden sedang di luar negeri. Pemilu presiden masih setahun lagi dan hubungan SBY-Kalla masih mesra.
"Apa? Bantuan? Kenapa harus dibantu. Ini perampokan," kata Kalla dengan suara keras ketika Sri Mulyani dan Boediono melaporkan "upaya penyelamatan" Bank Century.
Belum ada yang menduga bahwa kelak Boediono akan berpasangan dengan SBY, dan menang. Kalla adalah bos ketika itu.
Menurut Kalla, kedua pejabat itu melaporkan bahwa Bank Century menghadapi masalah besar. Masalah muncul karena krisis ekonomi global. Karena itu, Bank Century harus dibantu pemerintah dengan cara mengucurkan dana bailout (talangan).
Bila tidak dibantu, demikian kedua pejabat itu meyakinkan Kalla, masalah Bank Century akan berimbas ke bank-bank lainnya. Pada akhirnya, perekonomian nasional akan oleng.
"Saya tidak setuju dengan pandangan itu. Krisis itu menghantam banyak orang. Masak ada badai cuma satu rumah yang kena. Tidak. Bila hanya Bank Century yang kena, itu bukan krisis. Yang bermasalah adalah Bank Century dan itu bukan karena krisis melainkan karena uang bank itu dirampok pemiliknya sendiri. Ini perampokan!" Kalla berteriak dengan keras.
"Lapor ke polisi," perintah Kalla kepada Sri Mulyani dan Boediono. "Sangat jelas, ini perampokan. Jangan berikan dana talangan."
Sri Mulyani dan Boediono tidak berani. Bahkan mereka sempat bertanya, pasal apa yang akan dikenakan.
"Itu urusan polisi. Pokoknya ini perampokan," teriak Kalla lagi.
Karena melihat Sri Mulyani dan Boediono tidak menunjukkan gelagat akan memproses kasus ini secara hukum, Kalla lalu mengambil handphone-nya, menelepon Kapolri Bambang Hendarso Danuri.
"Tangkap Robert Tantular...," teriaknya kepada Kapolri. Setelah menjelaskan secara singkat latar belakangan masalah, Kalla memerintahkan, "Tangkap secepatnya".
"Saya tidak tahu pasal apa yang harus dikenakan. Ini perampokan, tangkap. Soal pasal urusan polisi," cerita Kalla sambil tertawa.
Dua jam kemudian, Kapolri menelepon. Robert Tantular telah ditangkap oleh tim yang dipimpin Kabareskrim Susno Duaji.
Mengingat kecepatan polisi bertindak, dengan nada berkelakar, Kalla mengatakan, polisi itu baik asal diperintah untuk tujuan kebaikan.
***
DI ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 3 September 2009, Robert Tantular diadili. Ketika membacakan duplik, pengacaranya, Bambang Hartono, memprotes Kalla.
Ia menilai Kalla telah mengintervensi hukum karena memerintahkan Kapolri untuk menangkap kliennya.
"Tindakan tersebut bertentangan dengan hak asasi manusia," protes sang pengacara.
Menurut Bambang, penangkapan Robert Tantular tidak memiliki dasar hukum. Ia mengutip Boediono: "Pak Boediono selaku Gubernur BI mengatakan bahwa tidak bisa dilakukan penangkapan karena tidak ada dasar hukumnya."
Mendengar protes pengacara itu, Kalla memberikan reaksi keras. Bahkan terus terang ia mengaku sangat marah.
Kata Kalla, "Saya marah karena saya disebut mengintervensi. Tidak. Saya tidak intervensi. Yang benar, saya memerintahkan polisi agar Robert Tantular ditangkap. Ini perampokan," katanya sambil tertawa.
Robert telah merugikan Bank Century, yang tentu saja ditanggung nasabahnya, sebesar Rp 2,8 triliun.
Bank yang "dirampok" pemiliknya sendiri itu justru mendapatkan bantuan pemerintah, melalui tangan Sri Mulyani dan Boediono, sebesar Rp 6,7 triliun.
Pengadilan memvonis Robert penjara empat tahun dan denda Rp 50 miliar/subsider lima bulan penjara.
***
24 November 2009. Kalla kini bernapas lega karena apa yang diyakininya sebagai perampokan di Bank Century pelan-pelan terkuak.
Hari Selasa kemarin, ia bangun pagi seperti biasa, membersihkan taman di depan rumahnya di Jl Haji Bau, Makassar. Enam anggota Paspampres (tiga dari Bugis), yang akan mengawalnya sepanjang hayat, juga ikut santai.
Satu demi satu ranting pohon dibersihkan. Sebuah pohon kira-kira setinggi dua meter yang bibitnya didatangkan dari Pretoria, Afrika Selatan, ikut dipangkas.
Nyonya Mufidah, istrinya, protes. "Aduh, Bapak ini tidak ngerti seni," komentar wanita Minang ini tentang pohon-pohon yang dipangkas.
Kalla membela diri. "Kalau daunnya banyak, pohon ini tidak bisa lekas besar karena makannya dibagi ke banyak daun. Kalau daunnya sedikit, makanannya dibagi ke sedikit daun. Pasti lebih cepat tumbuh."
Kalla berada di Makassar sepekan terakhir setelah pulang dari liburan di Eropa usai melepas jabatan. Di Makassar ia menghabiskan waktu dengan berdiskusi dengan kolega-koleganya, bermain dengan cucu, dan menikmati makanan kesukaannya, ikan.
Di belakang rumahnya, ia menikmati pohon yang buahnya delapan jenis. Kemarin ia makan siang di sebuah restoran sea food, lalu ke Studio Trans Kalla. Warga yang melihatnya spontan berteriak dan minta foto bersama. Paspampres lebih longgar dari biasanya.
Kalla ingin menikmati hidup sebagai rakyat biasa dan menghindari komentar tentang politik. Tapi kasus Bank Century, yang menguras kas negara Rp 6,7 triliun, terus menggodanya untuk berbicara.
"Saya tidak ingin rakyat terus menerus dikorbankan," katanya berapi-api tapi dengan banyak sekali komentar off the record (tidak untuk dipublikasikan).
***
KALLA ingat persis peristiwa tanggal 25 November 2008 itu. Hari itu Selasa sore. Sri Mulyani dan Boediono sama sekali tidak melaporkan berapa dana yang telah dikucurkan ke Bank Century.
Belakangan ia tahu, sesuatu yang aneh telah terjadi. Sri Mulyani dan Boediono telah membahas rencana pengucuran dana talangan ke Bank Century melalui rapat pada 20 dan 21 November.
Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) mengucurkan dana Rp 2,7 triliun (dari total keseluruhan Rp 6,7 tiliun) ke Bank Century pada 22 November.
Tanggal itu merupakan tanggal merah karena hari Minggu. Sepertinya ada yang begitu mendesak sehingga LPS mengucurkan dana pada hari libur, hari Minggu. Tidak sembarang orang bisa memaksa transaksi sebegitu besar, apalagi pada hari libur.
Sri Mulyani dan Boediono melapor ke Kalla pada 25 November setelah dana mengucur, bukan sebelumnya.
Hasil audit investigatif BPK juga menemukan beberapa keanehan. Misalnya, BI yang dikomandoi Boediono melanggar aturan yang dibuat sendiri demi Bank Century.
Kalla belum mau bercerita mengenai keanehan-keanehan itu. Yang kelihatannya masih samar-samar adalah ini: ada kekuatan besar di balik Boediono dan Sri Mulyani.(dahlan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar