Penularan HIV AIDS di Sulsel Memprihatinkan
Laporan Elvianus Kawengian
(Peserta Workshop Mewakili PWI Sulsel)
PERKEMBANGAN dan penularan HIV dan AIDS di Sulsel mengalami perkembangan yang semakin memprihatinkan, dimana jumlah kasus HIV dan AIDS terus meningkat dan wilayah penularannyapun semakin meluas.
''Sulsel kini mengalami epidemi ganda HIV AIDS yang kini mencapai 3200 lebih penderita. Sulsel sudah mengalahkan Bali, sedangkan untuk penderita HIV AIDS di Indonesia mencapai 116.000 orang,'' kata Kepala Biro Bina Napza dan HIV-AIDS Propinsi Sulsel, Dr dr Dwidjoko Purnomo, MPH pada acara Workshop Penyusunan Strategi Daerah Penanggulangan HIV dan AIDS Sulsel tahun 2011-2015 di Hotel Denpasar, Makassar.
Workshop dibuka Asisten III Bidang Kesra, Andi Yaksan Hamzah, diikuti peserta dari sejumlah instansi dan lembaga terkait, perguruan tinggi, LSM dan media, berlangsung dua hari, 24-25 Nopember 2010.
Untuk membangun mekanisme kerja dalam sistem pencegahan dan penangulangan HIV dan AIDS di Sulsel, menurut Dwidjoko Purnomo, diperlukan konsolidasi dan koordinasi integrasi program secara kelembagaan dan fungsional.
Kebijakan pencegahan dan penanggulangan selama ini dilaksanakan secara terpadu melalui upaya peningkatan perilaku hidup sehat yang dapat mencegah penularan, memberikan pengobatan, perawatan, dan dukungan serta penghormatan terhadap hak azazsi manusia kepada orang yang mengidap HIV dan AIDS.
''Disini kita harapkan keluarga penderita secara keseluruhan dapat meminimalisir dampak epidemik dan mencegah diskriminasi serta stigmatisasi,'' ujar Dwidjoko.
Dia mengaku program-program penanggulangan semakin digalakkan namun belum optimal karena anggaran masih terbatas. Karena itu penanggulangan HIV dan AIDS Sulsel lima tahun ke depan perlu disusun kegiatan strategi daerah yang diprioritaskan.
''Intinya bagaimana menekan laju perkembangan populasi AIDS di Sulsel yang kian meningkat. Selama ini kampanye penggunaan kondom di tempat-tempat prostitusi dan lokasi rawan epidemi masih dianggap sebagai primadona pencegahan HIV AIDS yang efektif,'' tambahnya.
Sementara itu Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi (KPAP) Sulsel, H Muh Saleh Rajab mengungkapkan, Sulsel rawan HIV AIDS karena berada diantara kawasan Timur dan Barat, sehingga menjadi daerah lintasan rawan AIDS.
''Umumnya orang transit di bandara Makassar, demikian di pelabuhan Makassar juga begitu. Sehingga tidak heran kalau Makassar menjadi kota transito sekaligus transito AIDS,'' tutur Saleh Rajab.
Menurut dia, kasus baru ditemukan di Sulsel setiap hari ada dua orang terinveksi HIV AIDS, sehingga kedepan semua pihak terkait harus mencermasti apa yang harus dilakukan untuk menekan laju perkembangan AIDS.
Rajab berharap pemerintah melalui DPRD memberi dukungan dana APBD yang cukup untuk penanggulangannya, karena daerah selama ini seperti tidak peduli lagi dengan AIDS. Buktinya ada yang anggarannya hanya Rp 100 juta, bahkan ada daerah yang tidak memberi porsi anggaran untuk penanggulangan AIDS.
Keluhan yang sama diakui Kepala Biro Bina Napza dan HIV-AIDS Propinsi Sulsel, Dwidjoko Purnomo. Biro ini termasuk yang paling sedikit anggarannya. ''Mungkin dianggap biro baru, padahal negara-negara donor juga sudah berhentikan bantuannya,'' katanya.
Dengan kendala masih terbatasnya dukungan finasial ini juga diakui cukup membawa implikasi dari implementasi progmam yang dilaksanakan, sehingga terkesan hanya bersifat sektoral dan belum terwujud secara optimal meskipun ketentuan dan peraturannya sudah ada.
''Pusat rehabilitasi narkoba terbesar di Indonesia Timur akan dibangun di Makassar. Kita juga ada pemikiran bagaimana korban-korban narkoba diberdayakan dengan kegiatan-kegiatan berguna dan menghasilkan secara ekonomi dalam satu tempat,'' tandasnya. (*)
[Blog http://pedomanrakyat.blogspot.com/ berisi berita, artikel, feature, dan beragam informasi. Terima kasih atas kunjungan dan komentar anda.]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar