Rabu, 19 November 2014

Empat Langkah Penulisan Sejarah Muhammadiyah



BEDAH BUKU. Dari kiri ke kanan, Basri P Mattayang (panelis, penulis buku), Asnawin (moderator, Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PWM Sulsel), KH Abdullah Renre (panelis, sejarawan UIN Alauddin), dan Syarifuddin Yusuf (panelis, Rektor Umpar), pada acara bedah buku "Mentari Bersinar di Gowa", dalam Workshop Penulisan Sejarah dan Profil Muhammadiyah se-Sulsel, di kampus Universitas Muhammadiyah Parepare (Umpar), Sabtu, 15 November 2014. (Foto: Humas Muhammadiyah Sulsel)




----------------------


Catatan dari Workshop Penulisan Sejarah dan Profil Muhammadiyah se-Sulsel (1):


Empat Langkah Penulisan Sejarah Muhammadiyah



Oleh: Asnawin Aminuddin
(Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel)

Pengantar:Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulsel melaksanakan Workshop Penulisan Sejarah dan Profil Muhammadiyah se-Sulsel, di Kampus Universitas Muhammadiyah Parepare (Umpar), Sabtu-Ahad, 15-16 November 2014. Kegiatan yang dibuka oleh Ketua PWM Sulsel Dr KH Alwi Uddin, diawali dengan bedah buku "Mentari Bersinar di Gowa", kemudian dilanjutkan dengan pembahasan beberapa materi, diskusi, dan pembuatan outline. Berikut catatan dari workshop tersebut.

---

Kata atau istilah sejarah berasal dari kata syajarah (Bahasa Arab) yang berarti pohon. Kata syajarah ini digunakan karena pada awal perkembangannnya di Nusantara (Indonesia), sejarah dititik-beratkan kepada silsilah para raja dan bangsawan, yang akan menyerupai pohon bila dilukiskan dalam bentuk skema.

Sejarawan Universitas Negeri Makassar, Dr Mustari Bosra MA, menjelaskan, sejarah adalah peristiwa yang dilakukan manusia pada masa lampau di tempat tertentu, dan pada waktu tertentu.

"Sebagai peristiwa masa lampau, sejarah sering dipahami dalam dua hal, yaitu sejarah sebagai realitas peristiwa (history as actuality), dan sejarah sebagai kisah peristiwa (history as written)," katanya saat tampil sebagai pembicara pada Workshop Penulisan Sejarah dan Profil Muhammadiyah se-Sulsel, di Kampus Universitas Muhammadiyah Parepare (Umpar), Sabtu, 15 November 2014.

Mustari menjelaskan, sejarah sebagai realitas peristiwa bersifat unik, terjadi hanya satu kali, dan mustahil terulang, sedangkan sejarah sebagai kisah peristiwa masa lampau adalah realitas peristiwa masa lampau yang menjadi tugas sejarawan untuk menelitinya melalui jejak yang ditinggalkan lalu kemudian direkonstruksi menjadi kisah.

Ada beberapa fungsi dan kegunaan sejarah, katanya, antara lain sejarah sebagai nasehat (JAS MERAH = jangan sekali-kali melupakan sejarah), sejarah sebagai alat pembuktian (sejarah telah membuktikan bahwa...), sejarah sebagai guru (sejarah mengajarkan kepada kita bahwa...), serta sejarah sebagai i'tibar dan proses pengharapan (wal tandzur nafsun maa qaddamat li gad).

"Peristiwa yang terjadi pada masa lampau sebelum ada tulisan disebut prasejarah. Jadi, sejarah ada setelah adanya jejak, bekas, atau bukti tertulis. Peristiwa masa lampau yang dapat dijadikan sasaran penelitian untuk selanjutnya direkonstruksi menjadi kisah, hanyalah yang meninggalkan jejak, bekas, atau bukti," tutur Mustari.

Data dan Fakta Sejarah

Peristiwa yang dapat menjadi sasaran penelitian ilmu sejarah, lanjut Wakil Ketua PWM Sulsel, adalah peristiwa yang dilakukan oleh manusia atau memengaruhi secara langsung proses kehidupan manusia.

Berikutnya yaitu peristiwa yang meninggalkan jejak, bekas, atau bukti (tertulis, lisan, dan benda), serta peristiwa yang telah berlalu, prosesnya telah selesai, atau telah terdapat penggalan tertentu, meskipun peristiwanya masih berproses.

Adakah perbedaan antara data dan fakta sejarah? Menjawab pertanyaan tersebut, Mustari menjelaskan bahwa data sejarah adalah sesuatu yang terkait secara langsung dan diperoleh dari jejak, bekas, atau bukti peristiwa.

"Sedangkan fakta sejarah adalah data yang telah diolah dan merupakan simpulan jawaban dari pertanyaan elementer dan mendasar, yaitu peristiwa apa yang terjadi, siapa pelaku peristiwanya, serta dimana dan kapan terjadinya," urainya.

Rekonstruksi Sejarah 

Dia mengatakan, kepingan-kepingan peristiwa yang diperoleh dari jejak, bekas, atau bukti yang dianggap penting, relevan, dan terpilih itulah fakta yang tentu saja masih bersifat fragmentaris.

"Menyusun fakta-fakta yang bersifat fragmentaris ke dalam uraian analitis, sintesis, sistematis, komunikatif itulah yang disebut rekonstruksi sejarah," jelas Mustari.



---------------------
SERTIFIKAT. Wakil Ketua PWM Sulsel Dr KH Mustari Bosra (kiri) menyerahkan sertifikat kepada Prof Rasyid Asba (sejarawan Unhas) pada Workshop Penulisan Sejarah dan Profil Muhammadiyah se-Sulsel, di Kampus Universitas Muhammadiyah Parepare (Umpar), Ahad, 16 November 2014. (Foto: Asnawin)
---------------------




Empat Langkah Penulisan

Ada empat langkah dalam penelitian dan penulisan sejarah, yaitu pertama pengumpulan data (heuristik), kedua pengolahan data (kritik sumber), ketiga interpretasi, dan keempat historiografi.

Langkah pertama, pengumpulan data atau heuristik, adalah upaya mencari dan menemukan jejak, bekas, atau bukti yang disebut sebagai sumber. Sumber dalam hal ini terdiri atas sumber primer dan sumber sekunder.

Sumber primer adalah sumber yang berasal dari jejak, bekas, atau bukti yang secara langsung ditinggalkan atau direkam oleh pelaku sendiri atau pihak lain pada saat peristiwa terjadi, seperti catatan harian, notulen rapat, memoar, laporan kejadian, dan arsip-arsip lainnya.

Sedangkan sumber sekunder adalah sumber yang tidak secara langsung merupakan jejak, bekas, atau bukti yang ditinggalkan oleh pelaku atau pihak lain pada saat peristiwa terjadi.

Langkah kedua, kritik sumber (pengolahan data) adalah upaya memastikan bahwa data yang diperoleh melalui langkah heuristik (langkah pertama) benar-benar valid, penting, relevan, dan lolos seleksi.

Langkah ketiga, interprestasi, adalah upaya menentukan perspektif, memberikan penjelasan dan penafsiran terhadap fakta-fakta serta menghubungkan antara satu fakta dengan fakta lainnya.

"Dalam kaitan dengan interpretasi inilah yang memungkinkan terjadinya bermacam-macam versi dalam pengisahan suatu peristiwa atau penulisan sejarah," kata Mustari.

Langkah keempat, historiografi, adalah upaya menuliskan data yang telah ditingkatkan menjadi fakta, kemudian diinterpretasi dan direkonstruksi dengan menghubungkan antara satu dengan lainnnya, sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh, sistematis, dan informatif.

"Sebagai hasil akhir laporan penelitian dan penulisan sejarah, misalnya tentang Muhammadiyah Sulawesi Selatan tentulah berupa buku sejarah yang di dalamnya termuat secara lengkap dan sistematis segala seluk-beluk, semua aktivitas, dan keseluruhan proses dinamika perkembangan Muhammadiyah sejak awal berdirinya hingga penggalan sejarah yang ditentukan," papar Mustari. (bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar