Kamis, 29 Mei 2014

Mengenal Prabowo Subianto (2): Karier Militer Cemerlang Berakhir Tragis


Prabowo mengawali karier militernya pada tahun 1970 dengan mendaftar di Akademi Militer (Akmil) Magelang. Ia lulus pada tahun 1974. Pada 1976, Prabowo bertugas sebagai Komandan Pleton Grup I Para Komando Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha) sebagai bagian dari operasi Tim Nanggala di Timor Timur. Saat itu, ia berumur 26 tahun dan merupakan komandan termuda dalam operasi Tim Nanggala. (int)





----------------

Mengenal Prabowo Subianto (2): Karier Militer Cemerlang Berakhir Tragis



Karier militer Prabowo Subianto cukup cemerlang, tetapi kemudian berakhir dengan tragis melalui pensiunan dini (ada juga yang mengatakan pemecatan).

Prabowo mengawali karier militernya pada tahun 1970 dengan mendaftar di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI, sekarang Akademi Militer atau Akmil) di Magelang. Ia lulus pada tahun 1974, atau satu tahun setelah kelulusan Susilo Bambang Yudhoyono (Presiden Republik Indonesia, 2004-2009, 2009-2014).

Pada 1976, Prabowo bertugas sebagai Komandan Pleton Grup I Para Komando Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha) sebagai bagian dari operasi Tim Nanggala di Timor Timur. Saat itu, ia berumur 26 tahun dan merupakan komandan termuda dalam operasi Tim Nanggala. Prabowo memimpin misi untuk menangkap Nicolau dos Reis Lobato, wakil ketua Fretilin yang pada saat itu juga menjabat sebagai Perdana Menteri pertama Timor Timur.

Dengan tuntunan Antonio Lobato yang merupakan adik Nicolau Lobato, kompi Prabowo menemukan Nicolau Lobato di Maubisse, lima puluh kilometer di selatan Dili. Nicolau Lobato tewas setelah tertembak di perut saat bertempur di lembah Mindelo pada tanggal 31 Desember 1978.

Pada akhir 1992, Xanana Gusmao berhasil ditangkap dalam operasi yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Prabowo. Informasi mengenai keberadaan Xanana Gusmao diperoleh dari sadapan telepon Ramos Horta di pengasingan.

Pada 1983, Prabowo dipercaya sebagai Wakil Komandan Detasemen 81 Penanggulangan Teror (Gultor) Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Setelah menyelesaikan pelatihan Special Forces Officer Course di Fort Benning, Amerika Serikat, Prabowo diberi tanggungjawab sebagai Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara.

Pada tahun 1995, ia sudah mencapai jabatan Komandan Komando Pasukan Khusus, dan hanya dalam setahun sudah menjadi Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus.

Penyelamatan Mapenduma

Pada 1996, Komandan Kopassus Prabowo Subianto memimpin operasi pembebasan sandera Mapenduma. Operasi ini berhasil menyelamatkan nyawa 10 dari 12 peneliti Ekspedisi Lorentz '95 yang disekap oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM).

--------------
PEMBEBASAN SANDERA. Salah satu pencapaian Prabowo saat menjadi pimpinan Kopassus adalah Operasi Pembebasan Sandera Mapenduma. Saat itu, 12 peneliti disekap oleh Organisasi Papua Merdeka. Pada gambar ini, Prabowo menyalami salah satu peneliti yang berhasil dibebaskan. (int)
--------------


Lima orang yang disandera adalah peneliti biologi asal Indonesia, sedangkan tujuh sandera lainnya adalah peneliti dari Inggris, Belanda, dan Jerman. Namun, operasi ini dikritik karena menggunakan lambang Palang Merah pada helikopter putih untuk menipu anggota OPM.

Pengibaran bendera di Puncak Everest

Pada 26 April 1997, Tim Nasional Indonesia ke Puncak Gunung Everest berhasil mengibarkan bendera merah putih di puncak tertinggi dunia setelah mendaki melalui jalur selatan Nepal. Tim yang terdiri dari anggota Kopassus, Wanadri, FPTI, dan Mapala UI ini, diprakarsai oleh Komandan Jenderal Kopassus, Mayor Jendral TNI Prabowo Subianto. Ekspedisi dimulai pada 12 Maret 1997 dari Phakding, Nepal.

Pengamanan 1998

Sebagai Pangkostrad yang membawahi pasukan cadangan ABRI yang jumlahnya cukup besar pada waktu itu, Prabowo dimintai pertolongan oleh Panglima Kodam Jaya untuk mengamankan Jakarta yang berada dalam suasana kacau.

Permintaan ini dipenuhi Prabowo dengan membantu mengamankan sejumlah bangunan penting, khususnya rumah dinas Wakil Presiden BJ Habibie di Kuningan. Meskipun akhirnya perannya ini kemudian menimbulkan kontroversi, namun ia juga mengambil beberapa langkah penting yang menentukan arah reformasi pada waktu itu, antara lain ia berhasil membujuk Amien Rais untuk membatalkan rencana doa bersama di Monas.

Ia juga bertanya kepada BJ Habibie mengenai kesiapannya jika sewaktu-waktu bila Soeharto turun, apakah siap menjadi Presiden, yang memberi sinyal kepada Habibie untuk bersiap menggantikan Soeharto.

Selain itu pada 14 Mei 1998, Prabowo berinisiatif mengadakan silaturahmi dengan beberapa tokoh reformis seperti Adnan Buyung Nasution, Setiawan Djodi, Rendra, Bambang Widjajanto, dan lain-lain.

Ia juga sempat didesak untuk memainkan peran seperti Soeharto pada 1965, yang secara tegas ditolaknya karena merasa bahwa masih berada di bagian bawah jenjang protokoler kepemimpinan dalam masa genting, berbeda dengan peran Soeharto waktu itu yang memungkinkan untuk mengambil kendali karena kosongnya kepemimpinan TNI selama hilangnya para jendral.

Selain itu, ia menyatakan tidak ingin kudeta terjadi karena hanya akan menimbulkan kudeta-kudeta lainnya.

Karier dan Jabatan militer

1974: Lulus AKABRI (Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia/sekarang Akademi Militer Nasional)
1976: Komandan Peleton Para Komando Group-1 Kopassandha
1977: Komandan Kompi Para Komando Group-1 Kopassandha
1983-1985: Wakil Komandan Detasemen–81 Kopassus
1985-1987: Wakil Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 328 Kostrad
1987-1991: Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 328 Kostrad
1991-1993: Kepala Staf Brigade Infanteri Lintas Udara 17 Kostrad
1993-1994: Komandan Group-3/Pusat Pendidikan Pasukan Khusus
1994: Wakil Komandan Komando Pasukan Khusus
1995-1996: Komandan Komando Pasukan Khusus
1996-1998: Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus
1998: Panglima Komando Cadangan Strategi TNI Angkatan Darat
1998: Komandan Sekolah Staf dan Komando ABRI

Akhir karier militer

Prabowo dipecat dari jabatan militer Pangkostrad pada 22 Mei 1998 oleh Presiden BJ Habibie (sehari setelah diangkat menjadi Presiden menggantikan Soeharto), karena menggerakkan pasukan Kostrad dari berbagai daerah menuju Jakarta di luar komando resmi Panglima ABRI saat itu, Wiranto.

Kemudian Prabowo digantikan oleh Johny Lumintang yang hanya menjabat sebagai Pangkostrad selama 17 jam, dan kemudian digantikan oleh Djamari Chaniago.

Setelah pemecatan tersebut, Prabowo menemui Presiden Habibie, dan sempat terlibat perdebatan yang sengit. Setelah itu Prabowo menempati posisi baru sebagai Komandan Sekolah Staf Komando (Dansesko) ABRI menggantikan Letjen Arie J Kumaat.

Selanjutnya, Prabowo harus menjalani sidang Dewan Kehormatan Perwira. Dalam sidang tersebut, Prabowo disinyalir terlibat dalam penculikan aktivis saat masih menjabat sebagai Danjen Kopassus. Sebanyak 15 Perwira Tinggi bintang tiga dan empat mengusulkan ke Pangab Wiranto agar Prabowo dipecat.

Hal itu dianggap sebagai akhir karier militer Prabowo, namun pembicaraan tersebut dibantah oleh Prabowo. Pada Pilpres 2009, ketika Prabowo dicalonkan sebagai Cawapres Megawati, Ketua DPP Partai Gerindra, Fadli Zon, juga membantah bahwa Prabowo dipecat dari Pangkostrad, melainkan diberhentikan dengan hormat.

Pada 2012 dalam acara Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS), Prabowo mengakui bahwa dia dipecat oleh BJ Habibie.

Tentang tuduhan terhadap dirinya yang merencanakan kudeta, Prabowo bertandang ke kantor Tempo pada 9 Oktober 2013, mengatakan: "..... Saya sudah buktikan komitmen saya kepada konstitusi. Saya kira saya satu-satunya yang membuktikan diri pada UUD. Kalau Saudara ingat pada 1998, saya 34 batalion. Kalau dari segi kekuatan fisik, saya yang terkuat di Indonesia. Dan saya sempat dituduh mau kudeta, dan saya diberhentikan oleh presiden, dan saya ikuti perintah presiden tanpa perlawanan." (asnawin; bersambung)

------------
Sumber referensi:
--- http://id.wikipedia.org/wiki/Prabowo_Subianto
--- http://www.tempo.co/read/news/2013/10/28/078525187/Rekam-Jejak-Prabowo-24-Tahun-Jadi-Tentara


--------------
[Terima kasih atas kunjungan, komentar, saran, dan kritikan Anda di blog "Pedoman Rakyat"]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar