Teman-teman Seangkatanku di Pedoman Rakyat
Tahun 1992, saya mendaftar dan diterima menjadi wartawan harian Pedoman Rakyat. Ada seratusan yang mendaftar, tetapi banyak yang tidak lolos berkas. Kemudian yang lulus tes tertulis dan wawancara sebanyak 20 orang. Mereka kemudian mengikuti lanjutan yakni tes peliputan di lapangan. Setelah diseleksi ulang, akhirnya diterima tujuh calon wartawan.
Ke-7 calon wartawan tersebut, yakni Asnawin, Rusdi Embas, Indarto, Mustam Arif, Yahya Mustafa, Elvianus Kawengian, dan Ely Sambominanga.
Setelah beberapa tahun menjadi reporter, kami berturut-turut menjadi redaktur, lalu ada yang naik menjadi Redaktur Pelaksana dan ada yang menjadi Wapemred.
Saya sendiri sempat menjadi Rekdaktur Pendidikan dan Kesehatan, Redaktur Foto, Redaktur Ekonomi, Redaktur Politik, Redaktur Hiburan, Redaktur Kota, dan Redaktur Humaniora.
Belakangan, beberapa di antara kami memilih keluar. Ely Sambominanga menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Mamasa, dan Rusdi Embas pindah ke harian Tribun Timur.
Yahya Mustafa tetap di harian Pedoman Rakyat tetapi melanjutkan kuliah ke jenjang magister (S2) dan kemudian merangkap menjadi dosen di beberapa PTS. Pria asal Sinjai itu juga aktif membuat buku.
Setelah harian Pedoman Rakyat tidak lagi terbit sejak 3 September 2007, kami pun berpencar. Mustam Arif memilih aktif di LSM lingkungan hidup dan juga membina sebuah media cetak. Elvianus Kawengian di Koran Makassar. Yahya Mustafa tetap mengajar bahkan menjadi Pembantu Dekan I Fisip Universitas Sawerigading Makassar. Indarto Pemimpin Redaksi majalah Profiles. Rusdi Embas di harian Tribun Timur.
Saya sendiri mengajar sebagai dosen luar biasa di Unismuh Makassar dan UIN Alauddin, sambil menyalurkan karya jurnalistik di Tabloid Demos dan beberapa blog di internet. Saya juga aktif membawakan materi pada berbagai pelatihan.
Tentang Ely Sambominanga, saya benar-benar kehilangan kontak dan jejak. Mungkin masih tetap menjadi anggota KPU Mamasa. Saya selalu berdoa, agar teman-teman semua hidupnya lebih baik dibanding sebelumnya. (asnawin)
salam
BalasHapuskak asnawing
saya juga terharu dengan
tidak terbitnya lagi pedoman
PR adalah kenangan masa kecilku tentang koran...
salam
kasman
teng kiu bos, eh, saya dengar kita sudah jadi PNS, selamat berkarier....
BalasHapusteng kiu bos, eh, saya dengar kita sudah jadi PNS, selamat berkarier....
BalasHapusSdr. Asnawin
BalasHapusSaya pernah berkuliah di Ujung Pandang dari tahun 1986 - 1991, waktu itu pedoman rakyat merupakan koran utama di makassar, nostalgia saya begitu mendalam terhadap pedoman rakyat, saya malah kaget kok PR bisa di tutup begitu saja, sayang sekali perusahaan yang di bina oleh orang tua sehingga 40 tahun berkembang akhirnya hancur kapan sampai di tangan anaknya yang goblok yang tidak tahu menghargai peninggalan ortu.
Nasri
kuala lumpur
Trims atas kunjungan dan komentarnya. Nasib Pedoman Rakyat tampaknya memang sudah seperti itu. Tak perlu lagi ditangisi. Kami harus menatap masa depan dengan berupaya mencari atau menciptakan pekerjaan. Saya kira pasti ada hikmahnya. Oh ya, saya juga kuliah tahun 1986-1991, di Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK) IKIP Ujungpandang (sekarang Fakultas Ilmu keolahragaan Universitas Negeri Makassar). Anda kuliah di mana dulu dan apa aktivitas anda sekarang di Malaysia? Thanks dan Selamat Beraktivitas.
BalasHapusTrims atas kunjungan dan komentarnya. Nasib Pedoman Rakyat tampaknya memang sudah seperti itu. Tak perlu lagi ditangisi. Kami harus menatap masa depan dengan berupaya mencari atau menciptakan pekerjaan. Saya kira pasti ada hikmahnya. Oh ya, saya juga kuliah tahun 1986-1991, di Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK) IKIP Ujungpandang (sekarang Fakultas Ilmu keolahragaan Universitas Negeri Makassar). Anda kuliah di mana dulu dan apa aktivitas anda sekarang di Malaysia? Thanks dan Selamat Beraktivitas.
BalasHapusSampai sekarang Dg Tompo sepertinya masih terobsesi 'kendu' ....
BalasHapus'kendu' itu menyenangkan untuk diingat, karena banyak kenangan indah, suka dan duka, bersama mereka
BalasHapus